Merawat Warisan Literasi, Melestarikan Peradaban Bangsa
Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menunjukkan komitmennya terhadap pelestarian warisan literatur dan budaya Indonesia. Kali ini, UII bersama Lembaga Kebudayaan Embun Kalimasada mengadakan kegiatan Pameran Manuskrip Khazanah Literasi Indonesia dengan mengusung tema “Mengulik Khazanah Manuskrip di Era Tiktok”.
Acara yang digelar bersamaan dengan orasi kebudayaan pada Rabu (12/7) di Selasar Perpustakaan Pusat UII Gedung Mohammad Hatta tersebut turut dihadiri segenap pimpinan dan warga UII. Pameran manuskrip ini rencananya akan diadakan mulai dari 12 Juli hingga 31 Juli 2023. Pameran juga menjadi bagian rangkaian acara Milad ke-80 UII. Di samping pameran literasi, turut dipamerkan 23 karya kaligrafi kontemporer berkaidah dengan tema Menjemput Cahaya Merengkuh Ketakwaan.
Direktur Eksekutif Embun Kalimasada UII, Hadza Min Fadhli Robby, S.I.P, M.Sc., dalam sambutannya menegaskan pentingnya menjaga sejarah dan peradaban melalui karya-karya bersejarah. “Kami sangat berharap agar pameran ini menjadi langkah awal bagi Sivitas Akademika di UII untuk sama-sama mengulik kembali makna-makna penting dari khazanah literatur yang ada di perpustakaan UII,” jelasnya.
Menurutnya, historis dan perjalanan sejarah peradaban bangsa Indonesia sebagian besar tertuang dalam karya-karya literatur. “Kita bergerak bersama untuk sama-sama menjaga sejarah, karena dari karya-karya inilah sebenarnya peradaban Indonesia itu dibangun,” imbuhnya.
Sementara itu, Rektor UII Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., menuturkan bahwa setiap sikap yang kita berikan merupakan proses untuk menuju kebermanfaatan serta kebaikan dalam hidup berbangsa dan bernegara. “Menghormati masa lalu ini salah satu adab kita terkait dengan orientasi waktu, yang kedua yaitu kritis terhadap masa kini untuk menjadi lebih baik lagi, yang ketiga adalah optimis menjemput masa depan,” tuturnya.
Meskipun terkadang pilihan-pilihan masa lalu tidak selalu rasional, namun dikatakan Prof. Fathul Wahid berbagai hal yang kita lakukan saat ini merupakan bagian dari menghormati masa lalu. “Tradisi masa lalu, budaya masa lalu, pilihan-pilihan masa lalu itu mempengaruhi hari ini, bisa jadi satu track, bisa tracknya bercabang, bisa jadi siapa kita saat ini itu karena pilihan-pilihan masa lalu yang kadang tidak kita sadari,” jelasnya.
Terakhir, Prof. Fathul Wahid berpesan agar kita dapat senantiasa menghormati sejarah. “Mudah-mudahan bisa menjadi pemantik bahwa hidup kita lebih bermakna jika kita hormat pada masa lalu, kritis terhadap masa kini, dan optimis menjemput masa depan,” pungkasnya.
Pada sesi penyampaian orasi, pegiat literasi nusantara, Didin Ahmad Zainuddin menyebut urgensi aksara dalam menyongsong warisan peradaban bangsa. “Aksara adalah kunci untuk membuka dan menemukan nilai-nilai luhur peradaban bangsa, yang tercatat di dalam literatur yang telah diwariskan berupa prasasti, sastra, turots, dan sebagainya,” sebutnya.
Sejauh ini, Didin Ahmad Zainuddin telah bersama-sama mengupayakan peningkatan mutu dan kualitas literasi manuskrip dan aksara melalui transformasi media ke digital. “Dalam kurun pancawarsa ini kami telah bekerja keras untuk mengangkat literasi dari manuskrip dan aksara Nusantara ke ranah digital, baik melalui kongres, diskusi terpumpun, digitalisasi naskah, pembuatan font, penyusunan papan ketik dan lain-lain,” sambungnya.
Berkenaan dengan penyusunan naskah secara digital, dipaparkan Didin Ahmad Zainuddin terkait diterbitkannya Standar Nasional Aksara Nusantara untuk aksara Jawa, Bali, Sunda, Kawi, dan Pegon. Hal ini merupakan salah satu pencapaian dalam menjaga warisan literatur agar terus relevan seiring kemajuan zaman.
Sebagai upaya pelestarian budaya dan sastra, Didin Ahmad Zainuddin ingin mengadaptasikan unsur kebudayaan dengan digitalisasi. “Saat ini kita sudah masuk ke era digital, maka sudah selayaknya unsur-unsur kebudayaan di antaranya manuskrip dan aksara juga perlu diadaptasikan ke dalam media-media digital,” pungkasnya. (JR/ESP)