Menyempurnakan Ibadah Dengan Menikah
Pernikahan sebagai ibadah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw sering disalah artikan sebagian kalangan. Ada yang menganggap menikah hanya merupakan media untuk melampiaskan hawa nafsu. Tidak sedikit yang berpendapat menikah dapat menjauhkan seorang manusia dari Tuhannya. Menyikapi fenomena tersebut, Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Asy Syakhshiyyah) UII menyelenggarakan Kajian Kitab Rutin “Tidak Mau Nikah Tidak Selaras Fitrah”. Kajian ini dilaksanakan secara langsung di Masjid Ulil Albab UII dengan pembicara Ustaz Dr. Aris Munandar, S.S., MPI. yang merupakan Staf Pengajar Prodi Hukum Keluarga FIAI UII, pada Rabu (20/4).
Ustaz Aris dalam kajiannya menyampaikan ada beberapa penyimpangan anggapan manusia atas pernikahan. Pertama, anggapan ini berasal dari para ahli ibadah yang menganggap bahwa menikah adalah tindakan yang kotor.
Beberapa golongan bahkan ada yang memandang nikah adalah tindakan yang najis, karena mereka berpikir bahwa nikah hanya memiliki orientasi untuk memuaskan syahwat manusia. Mereka berpandangan bahwa menikah dapat menjauhkan diri dari Allah Swt.
Kedua, beberapa golongan ada yang berpendapat bahwa pernikahan itu adalah suatu hal yang jelek. Karena mereka berpandangan bahwa pernikahan dapat menyebabkan adanya manusia. Keberadaan manusia itu tidak lain akan menyebabkan kesusahan, kegelisahan, dll. Sehingga mereka mengatakan bahwa tidak adanya manusia dunia akan lebih baik.
Menurutnya, anggapan ini tidak dapat dibenarkan, sebab menikah merupakan bagian dari sunnah Nabi. Dalam hadis riwayat Ibnu Majah, Nabi bersabda: “Nikah termasuk sunnahku. Barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku, ia tidak termasuk golonganku. Menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku. Barangsiapa memiliki kemampuan untuk menikah, maka menikahlah.” (HR Ibnu Majah).
Selain itu, Ustaz Aris juga menyampaikan bahwa Imam Ahmad R.A. mengatakan hidup membujang atau tidak mau menikah bukanlah ajaran Islam. Lebih lanjut, Imam Ahmad juga berpendapat bahwa belum sempurna ibadahnya seorang ahli ibadah yang tidak mau menikah, dan barangsiapa yang tidak menikah dan tidak menyukai pernikahan, maka ia tidak berada di atas kebenaran.
Melihat dari pernyataan Imam Ahmad, Ustaz Aris menikai menikah adalah sesuatu yang baik dan sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw. Hal ini dibuktikan dengan suatu kisah, di mana Nabi sangat mendukung sahabatnya untuk menikah walaupun hanya dengan mahar sepasang sandal. Menikah juga telah dicontohkan oleh Nabi-Nabi terdahulu. Sebagai contoh, Nabi Ya’kub A.S. pernah melakukan pernikahan di tengah kesedihannya karena kehilangan Nabi Yusuf A.S.
Terakhir, penyimpangan terhadap pernikahan lainnya juga dicontohkan dalam suatu kisah. Pada satu masa, seorang Raja Persia pernah membolehkan orang menikah dengan dasar suka sama suka, tanpa dibatasi dengan aturan agama dan mengabaikan batasan muhrim. Bahkan, pada masa itu, tidak ada perbedaan kepemilikan pasangan yakni bertukar pasangan suami istri merupakan hal yang biasa selama kedua belah pihak suka sama suka.
Hal ini terus berlangsung, hingga akhirnya Allah murka dan menghancurkan kerajaan tersebut. Dari kisah tersebut, ia berpesan bahwa menikah harus dilakukan sesuai dengan hukum dan syariat Islam, serta tidak boleh melampaui batas yang telah ditentukan oleh Allah Swt. (EDN/ESP)