Menumbuhkan Jiwa Entrepreneur
Rasa kecewa bagi sebagian orang bisa menjadi suntikan energi positif. Seperti halnya bagi Rois Akbar, alumnus Program Studi Teknik Eletro UII. Ia mengaku mengubah kekecewaan kala SMA, menjadi semangat untuk menghindarkan terulangnya rasa kecewa yang sama bagi orang lain. Sudut pandang ini yang kemudian membawanya terjun di industri pakaian atau konveksi.
Rois Akbar berkesempatan berbagi pengalaman dan motivasi kepada sekitar 150 peserta yang hadir secara daring di webinar “Menumbuhkan Jiwa Entrepreneur” Teknik Elektro UII Selasa (6/10). Kegemaran dengan desain grafis membawa Rois Akbar membangun bisnis konveksi dengan merek Zipzap hingga kini. Dari awalnya menawarkan layanan konveksi milik orang lain hingga memilikinya sendiri bahkan telah ekspor ke sejumlah negara. Namun ada hal unik yang mendorongnya berbisnis di bidang ini, yakni kekecewaan.
“Berdasarkan pengalaman, saat SMA saya termasuk orang yang seneng desain. Saya mendapatkan amanah dari temen-temen untuk mendesain jaket angkatan, ceritanya begitu. Waktu barangnya jadi, saya capek-capek mengatur desainnya, font-nya jadi arial. Bayangkan, kan kecewa banget ya. Ukuran jaketnya, spesifikasinya pun tidak sama,” ucapnya bercerita.
Pengalaman pahitnya membawa Rois Akbar menghadirkan solusi berupa atribut, kostum, dan produk-produk konveksi lain yang berkualitas. Ia tidak ingin kekecewaan itu dirasakan oleh orang lain akibat konveksi yang kualitasnya buruk. Rasa kecewa diiringi kecermatan melihat kekuatan diri, yakni desain grafis, serta peluang yang ada menjadikannya terjun ke dunia bisnis.
Mengawali webinar, ia sempat menjelaskan pengertian wirausaha atau entrepreneur. Mengutip kamus bahasa Inggris Merriam-Webster, entrepreneur adalah seorang yang mengorganisasi, mengatur resiko dari sebuah bisnis, resiko dari sebuah aktivitas jual-beli, atau resiko dari aktivitas perusahaan. Mengapa disebut sebagai resiko?
“Karena memang dalam menjalankan aktivitas bisnis seperti ini selalu ada resiko. Resikonya apa? Kerugian. Seperti yang saya ceritakan tadi baru mau memulai saja sudah rugi. Tapi bagaimana resiko ini dikelola,” jelasnya.
Sebelumnya, Rois Akbar juga berbagi cerita pengalamannya kala awal merintis bisnis. Ia sempat meliburkan diri dari aktivitas kuliah sepekan demi membeli mesin cetak di negeri Cina. Alat yang pada 2008 itu dibeli sekitar 25 juta rupiah rusak bahkan sebelum dipakai.
“Ketika mesin itu datang, karena dikirim melalui kargo, mesinnya itu tidak bisa dipakai, rusak. Jadi saya beli, sudah seminggu di Cina, mesinnya tiba langsung rusak. Baru mau menjadi pengusaha saja sudah ada hambatannya, langsung ada ujiannya. Dan kebetulan sebelumnya saya sudah berjanji dengan partner saya untuk bisnis bareng juga mengundurkan diri langsung,” ceritanya.
Semangatnya pantang menyerah menghadapi masalah dalam berbisnis. Hal ini turut tergambar kala ditanya soal kondisi usaha saat pandemi. “Memang agak menurun. Kemudian kita ini (pengusaha) pastikan setiap ada suatu yang ada masalah, pasti ada peluang lain yang muncul. Kita cari peluang lain itu,” ujarnya.
Ia menuturkan, resiko dalam berbisnis ibarat sebuah koin. Salah satu sisinya adalah resiko, tetapi ada peluang di sisi yang lain. Semakin kecil resiko yang diambil, akan semakin kecil peluangnya. Begitu pula sebaliknya, semakin besar resiko maka semakin besar pula peluangnya
Sepanjang webinar, ada satu bahasan penting yang dibawakan alumnus Teknik Elektro angkatan 2008 ini, yakni belajar meneladani suri tauladan umat Islam dalam berbisnis. “Selanjutnya, kita akan belajar cara berbisnis. Belajar dari seseorang yang layak kita jadikan teladan. Tentu tidak lain dan tidak bukan Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam,” sebutnya.
Ia menceritakan perjalanan bisnis Rasulullah, mulai dari usia belia kala diajak pamannya berdagang, hingga gelar Al-Amin yang melekat karena kejujurannya dan selalu menjaga amanah di berbagai hal, termasuk dalam urusan jual-beli atau berbisnis. Sehingga, para saudagar berbondong-bondong mempercayakan bisnisnya pada Rasulullah.
Di samping itu, berbagai tips dan strategi dalam berbisnis dibagikan oleh Rois Akbar kepada seluruh peserta. Ia juga sempat menekankan jangan menjadi wirausahawan apabila ingin mencari kebebasan waktu. Meski terlihat memiliki fleksibilitas waktu, tetapi mereka dituntut 24 jam untuk memastikan roda bisnis berjalan. (HR/RS)