Menulis Sarana Mengungkapkan Rasa

Memiliki kemampuan menulis merupakan hal yang sangat penting. Karena kemampuan menulis dapat membawa manfaat bagi semua orang dengan profesi yang berbeda-beda. Dengan menulis, seseorang bisa mengungkapkan perasaannya baik suka maupun duka. Tak hanya itu, dengan menulis pula seseorang bisa menyampaikan pesan-pesan yang mengandung banyak manfaat, sehingga bagi orang lain yang membacanya dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari tulisan tersebut tanpa mengalami sendiri kejadiannya.

Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) menggelar Training Online Penulisan Karya Ilmiah seri #3 dengan mengangkat tema Cara Sukses Menulis Novel Bagi Mahasiswa pada Sabtu (11/7). Dengan menghadirkan Dr. K.H. Aguk Irawan. M.N., Dosen STAIS Pandanaran sebagai pembicara. Aguk Irawan merupakan seorang tokoh agama, penulis, dan satrawan. Namanya dikenal melalui puluhan karya-karyanya dalam bentuk fiksi maupun nonfiksi.

Dalam pemaparannya, Aguk Irawan menceritakan pengalamannya menjadi novelis hingga saat ini. Hal pertama yang harus dimiliki bagi seorang penulis adalah motivasi dan semangat. Menurutnya, motivasi yang timbul dari diri seorang penulis haruslah kuat, sehingga mampu menyemangatinya sampai tulisan tersebut selesai. Begitu juga sebaliknya, jika motivasi tersebut luntur maka seorang penulis tidak akan mampu menyelesaikan tulisannya. “90% hal terpenting yang dimiliki seorang penulis adalah semangat dan motivasi, dan 10% sisanya terkait persoalan teknik menulis,” jelasnya.

Kedua, adalah memperkaya diri dengan kosakata melalui membaca. Ia menyarankan bagi seseorang yang ingin menulis novel, untuk membaca 100 novel terlebih dahulu sebelum memulai menulis. Dengan membaca 100 novel, mampu membuat penulis memperkaya kosakata bagi dirinya sendiri. Hal inilah yang dulu dilakukannya, bermula dengan hobinya membaca novel saat menjadi santri sehingga terpatri semangat untuk menjadi penulis dan menciptakan karya tulis versi dirinya sendiri.

Dengan banyak membaca sebelumnya, Aguk Irawan merasakan banyaknya kosakata yang tersimpan di dalam memorinya dan di dalam jari-jarinya, sehingga mempermudah dalam menyampaikan isi hatinya. “Bacalah sebanyak mungkin, resapi, menulis tanpa membaca itu seperti sholat tanpa wudhu,” tuturnya.

Ketiga, mengasah kemampuan dengan menulis. Menulis adalah skill, memiliki keterampilan menulis haruslah terus menerus dilatih. Menulis juga merupakan cara belajar dan juga sarana untuk menambah wawasan. Konsistensi dan rasa tanggung jawab menuntaskan tulisan sangat diperlukan, karenanya tak sedikit penulis tidak konsisten, berpindah tema, bahkan tidak menyelesaikan tulisannya. “Kita harus sadar bahwa menulis adalah skill atau keterampilan maka butuh yang namanya latihan, latihan dan latihan,” ucap Aguk Irawan. (HA/RS)