Menulis Buku Menuntut Ketepatan
Saya berpikir, maka saya ada. Merupakan pemikiran filsuf Prancis, Rene Descartes yang dikutip Dr. Aksin Wijaya, SH., S.Ag., M.Ag. dalam Training Online Kepenulisan Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII), pada Sabtu (4/7). Aksin Wijaya merupakan Direktur Pascasarjana IAIN Ponorogo, seorang penulis yang telah melahirkan banyak buku. Di tahun 2020 yang baru berjalan enam bulan, ia telah mempublikasikan tiga buku terbarunya.
Dikatakan Aksin Wijaya, arti saya ada dalam kutipan tersebut bukanlah ada secara fisik, namun ada secara filosofis. Ia melanjutkan, tidak hanya cukup sampai proses berpikir, seseorang harus menuangkan pemikiran dan ide-idenya dalam sebuah tulisan, barulah dirinya akan dikenang dan dianggap ada secara filosofis.
Dalam training kepenulisan online kali ini, mengangkat tema Cara Mudah Menulis Buku Bagi Mahasiswa. Menulis buku tentu melewati serangkaian proses yang tidak instan, banyak hal yang harus dilewati hingga buku bisa benar-benar dipublikasikan. Menulis buku tidak menuntut kecepatan, melainkan ketepatan. Aksin Wijaya membagikan pengalamannya tentang tahap-tahap yang perlu dilalui dalam menulis buku untuk dapat menulis dengan tepat. Sebuah buku akan lebih bernilai apabila mengandung konten-konten yang kredibel, oleh karena itulah penelitian adalah tahap paling penting dalam menciptakan buku.
Tahap-tahap penelitian untuk menghasilkan sebuah buku sebenarnya tidak jauh berbeda dari penelitian untuk menulis jurnal atau skripsi. Tahap awal adalah pra proposal, tahap inilah yang menjadi penentu awal penelitian. Aksin Wijaya mengaku, tahap pra proposal adalah tahap yang paling menguras pikiran. Pra-proposal terdiri dari beberapa tahap, yang pertama adalah penentuan topik penelitian. Topik penelitian yang paling baik adalah topik penelitian yang spesifik dan terfokus karena topik penelitian selanjutnya akan mempengaruhi pemilihan referensi penelitian.
Setelah topik penelitian, tahap selanjutnya adalah memilih sumber penelitian. Sumber di sini terbagi menjadi sumber primer dan sumber sekunder. Sebagai peneliti profesional, penelitian tidak bisa dilakukan sebelum sumber primer selesai dibaca. Sumber primer juga menentukan akurasi data serta arah pemikiran peneliti. Selanjutnya adalah tahap penentuan rumusan masalah, tahap ini berguna untuk membatasi masalah yang akan diteliti. Sehingga rumusan masalah perlu ditulis secara spesifik dan terfokus.
“Tahap terakhir dalam pra proposal adalah tahap memilih teori. Teori yang dipilih harus relevan dengan topik penelitian. Teori tidak cukup hanya dengan dipilih lalu dituangkan ke dalam proposal penelitian, namun teori juga perlu dideskripsikan dengan dan diterapkan dengan tepat,” terang Aksin Wijaya.
Aksin Wijaya menjelaskan, selesai tahap pra proposal, tahap selanjutnya adalah tahap membangun proposal itu sendiri. Ia menyampaikan, proposal penelitian adalah 50% dari proses penelitian. Struktur penulisan proposal terdiri dari bebera tahapan, pertama adalah latar belakang, latar belakang berisi tentang alasan logis peneliti melakukan penelitian tersebut. Logika narasi pada latar belakang sangat berpengaruh pada rumusan masalah dan tujuan penelitian. Tahap selanjutnya dari struktur proposal adalah rumusan masalah, tahap ini tinggal menuangkan pemikiran yang telah dibuat pada pra proposal. Rumusan masalah juga dipengaruhi oleh latar belakang peneliti, oleh karena itu rumusan masalah akan bersifat subjektif. Tahap ketiga adalah penentuan tujuan penelitian. Tujuan penelitian harus jelas, tidak boleh sekedar dituliskan dengan “untuk mengetahui…”.
Aksin Wijaya menyampaikan, tujuan penelitian yang tepat adalah yang spesifik, bisa diawali dengan kalimat “untuk mendeskripsikan…”, “untuk mengkomparasi…”, atau “untuk mengkritik…”. Tujuan penelitian akan mengarahkan pada bagaimana suatu masalah akan dibahas. Tahap keempat adalah survei penelitian terdahulu. Tahap ini dilakukan untuk menentukan posisi penelitian kita, apakah penelitian kita akan melanjutkan penelitian sebelumnya, mengkritik penelitian sebelumnya, atau termasuk dalam penelitian yang baru. Survei ini ditulis dengan ringkas dan dengan menggunakan bahasa sendiri, hal ini juga untuk menghindari tindakan plagiasi.
Tahap terakhir dalam proposal penelitian adalah menulis metode penelitian. Dalam menulis metode penelitian, peneliti tidak perlu menuliskan definisi, melainkan menjelaskan penerapan dari metode tersebut. Setelah proposal penelitian selesai dibangun, barulah penelitian dapat dijalankan. Aksin Wijaya mengingatkan, seluruh tahap penelitian mulai dari pra proposal harus dilewati dengan sistematis. Peneliti tidak boleh melangkah pada tahap berikutnya, apabila tahap sebelumnya belum diselesaikan.
“Saya menulis, maka saya abadi.” menjadi kalimat penutup yang mengakhiri training kepenulisan online ini. Aksin Wijaya mengajak seluruh mahasiswa untuk dapat menuangkan pemikirannya dalam sebuah tulisan. Meskipun seseorang sudah tidak hadir secara fisik, namun tulisan membuatnya hadir dalam filosofis, pemikirannya akan selalu diingat. (VTR/RS)