Menjaga Kesehatan Mental dan Fisik Saat WFH
Angka kekerasan fisik dan mental keluarga kini naik melebihi dari sebelum pandemi Covid-19. Mulai dari pertengkaran suami istri ataupun orangtua dan anak. Hal tersebut sinkron dengan keterbatasan ruang psikologis pribadi dan ketidakpastian ekonomi keluarga.
“Hal yang terkadang lupa disadari saat Work from Home (WFH), contohnya seorang ayah saat bekerja di luar rumah ia punya perubahan peran. Sedangkan saat WFH dia akan sulit mengolah hal tersebut karena ia akan merasa selalu jadi seorang ayah,” tutur Alissa Wahid, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia pada acara International Conference Labma Scientific Fair 2021 pada Sabtu (04/12).
Alissa menjelaskan mengenai konsep kecerdasan emosi menurut Daniel Goleman. Menurutnya hal paling mendasar adalah mengenal diri sendiri mulai dari mengenal watak dan kebutuhan diri. Lalu, kesadaran sosial mengenai mengolah rasa empati dan menghormati sesama makhluk hidup. Kesadaran emosi tersebut nantinya yang akan membentuk kematangan diri seseorang.
Dia mengatakan kematangan diri selalu diawali oleh sifat ketergantungan (dependent). Namun, tidak semua orang dewasa lepas dari tahapan tersebut. Orang dependen akan lebih sering menyalahkan orang lain dan menggantungkan seluruh hal bukan pada dirinya sendiri termasuk perihal kebahagiaan. Dia akan lebih sering mengatakan “harusnya kamu gini” “harusnya kamu gitu”.
Berbeda dengan orang yang mandiri (independent). Dia akan jauh lebih bisa menyelesaikan masalah dengan dirinya sendiri sehingga cenderung lebih bahagia. Tahapan yang paling baik adalah interdependen, misalkan muncul suatu masalah ia akan mampu mengatasi masalah tersebut dengan dirinya sendiri ataupun bekerja sama dengan orang lain.
Meskipun seseorang sudah berada di tahap interdependen lalu tiba-tiba muncul masalah yang dianggap besar. Wajar sekali jika kita merasa kurang terkendali, namun masalahnya diganti dengan bagaimana kita mengatasi masalah tersebut. “Coba cari hal yang biasanya menjadi pereda emosi kita. Kalau saya biasanya dengan menulis,” pesan Alissa.
Selanjutnya dr. Farhan Mari Isa, Co-Founder of Mediscene menyampaikan mengenai sedentary lifestyle. Artinya adalah sebuah gaya hidup dimana aktivitas fisik berkurang ditandai dengan menjadi inaktif dan duduk dalam jangka waktu yang lama. “Akibatnya bisa obesitas atau penyakit silent killers,” jelas dr. Farhan.
Dia menyarankan setiap 30 menit sekali diharuskan duduk, biasanya pada pekerja kantoran bisa diselingi dengan berdiri dan menggerakan badan ringan 2-3 menit. Lebih baik jika menerapkan gaya hidup lebih baik dengan olahraga 3x seminggu selama 20 menit. Hal tersebut dianggap bisa mengurangi risiko terkena penyakit silent killers. “Silent killers antaranya penyakit jantung, stroke, kanker, hipertensi, dan osteoporosis,” jelasnya.
Penyakit hipertensi atau darah tinggi ditandai dengan tekanan sistolik diastolik di atas 130/80 mmHg. Tidak hanya berhenti pada satu penyakit, dr. Farhan menjelaskan hipertensi akan bisa menyebabkan stroke dan penyakit jantung. Pada akhir acara dia membagikan hal kecil yang bisa berdampak besar pada kehidupan kita mulai dari 1.500 langkah per hari dan biasakan naik tangga daripada lift. (UAH/ESP)