Menjadikan Bisnis Fashion Eksis dan Mendunia
Nekat yang terstruktur. Itulah pesan yang disampaikan Jenahara Nasution, pemilik brand fashion Jenahara saat berbagi tips dan pengalamannya dalam webinar (web seminar) bertajuk Sukses Membangun Bisnis Fashion Muslim Berdaya Saing di Tingkat Global pada Rabu (19/8) siang, yang diselenggarakan oleh Program Studi (Prodi) Rekayasa Tekstil Universitas Islam Indonesia (UII).
Jenahara Nasution merupakan perancang busana kenamaan Indonesia yang telah malang-melintang di dunia fashion Muslim Indonesia, bahkan mendunia. Menimba ilmu di Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budihardjo menjadi salah satu modalnya terjun di industri fashion. Ia mulai merintis brand fashion dengan namanya sendiri, Jenahara, sejak 2006 lalu. Namun demikian, brand tersebut baru resmi dirilis beberapa tahun setelahnya pada 2011.
Prodi Rekayasa Tekstil UII turut mengundang Rani Widiastuti, pemilik brand Nadira Hijab sebagai narasumber. Sama-sama menaruh fokus pada busana bagi Muslimah, keduanya memiliki latar belakang yang sedikit berbeda. Tidak seperti Jenahara yang berawal dari sekolah busana, pendidikan bangku kuliah menjadi langkah awal Rani terjun di dunia fashion. Saat itu, ia mengambil Prodi Teknik Kimia dengan konsentrasi teknik tekstil, cikal bakal Prodi Rekayasa Tekstil UII kini.
Webinar kelima dari prodi ini menarik antusiasme yang besar. Setidaknya hampir 200 orang dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar hingga pelaku bisnis fashion, mengikuti webinar. Berlangsung satu setengah jam lebih, tak sedikit pertanyaan yang ditujukan kepada narasumber saat sesi tanya jawab. Salah satunya tentang cara mempertahankan bisnis di tengah pandemi.
“Memang, jujur ya kalau kita bicara soal pandemi ini bisnis yang paling terkena dampaknya adalah bisnis fashion. Kenapa? Sekarang orang beraktivitas dari rumah, sehingga kayaknya untuk beli produk fashion itu bukan jadi prioritas lagi,” jelas Jenahara mengawali.
Ia lalu menekankan pentingnya adaptasi agar bisnis tetap eksis dan mampu bertahan. Dalam proses adaptasi, relevansi dengan apa yang sedang terjadi menurutnya menjadi salah satu kunci. Relevan berarti pelaku bisnis fashion melihat kebutuhan masyarakat di saat itu dan berusaha memenuhinya, seperti pada kasus masker dan APD (Alat Pelindung Diri) yang permintaannya melonjak atau dengan melihat potensi permintaan pasar akan pakaian sehari-hari yang lazimnya digunakan di rumah.
“Kita jangan bicara dulu deh soal dapet untung, tapi gimana caranya nih sekarang bisnis kita tetap bertahan, kita bisa bayar karyawan, kita masih bisa ngejalanin ini semua, setidaknya punya cadangan sampai akhir tahun. Setelah itu kita pikirin ke depannya mau gimana. Cukup lumayan bikin pusing kepala ya beberapa bulan terakhir ini, cuman aku percaya bahwa semua ini pasti ada hikmahnya,” ucapnya.
Berbagai pesan diberikan oleh kedua narasumber, baik ketika penyampaian materi maupun sesi tanya jawab. Seperti Jenahara yang mendapati pertanyaan berlatar ketakutan memulai bisnis dari peserta. Ia kemudian berpesan kepada mereka yang ingin terjun berwirausaha.
“Bisnis itu tantangannya banyak sekali, salah satunya adalah untuk menghadapi rasa takut itu sendiri. Tapi aku percaya bahwa semua pengusaha yang ada di dunia ini mereka punya satu modal yaitu nekat untuk ngejalanin aja dulu. Namun balik lagi, semua itu kan ada hitungannya. Jalanin aja dulu, nekat tapi nekatnya itu yang terstruktur. Jangan nekat tapi ngga tau apa yang harus dilakukan,” sebutnya.
Pesan lain yang tak kalah penting disampaikan Rani kala memaparkan materinya. “Ketika memiliki usaha, kita harus punya motivasi yang tinggi untuk sukses. Meskipun sukses di sini definisinya bisa berbeda-beda. Suksesnya saya akan berbeda dengan Mba Febri (moderator), berbeda dengan Mba Jenahara. Nah ketika akan membangun sebuah bisnis, silakan cari motivasinya itu apa. Kalau kita sudah ketemu motivasinya, maka yang lainnya itu kan mengikuti,” ungkap Hani.
Sekadar informasi, Rekayasa Tekstil UII selaku penyelenggara webinar bisa dibilang prodi baru rasa lama. Studi ini sebenarnya telah ada di UII sejak tahun 1975 dengan nama Jurusan Teknik Tekstil. Usai sempat hilang karena berubah jadi Teknik Kimia, Prodi Rekayasa Tekstil UII diresmikan pada tahun 2019 dan menjadi prodi jenjang S1 satu-satunya di Indonesia. Sejarah lengkapnya dapat dilihat di laman web prodi tersebut. (HR/RS)