Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Kawasan Rawan Bencana
Yogyakarta merupakan suatu kawasan yang rawan bencana diantaranya gempa bumi. Gempa bumi memberikan ancaman bahaya yang terpusat baik di darat maupun di laut. Pentingnya menanamkan kesadaran pada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana menjadikan masyarakat lebih siap dan tidak khawatir akan adanya ancaman bencana yang bisa datang kapan saja. Ketangguhan Bencana pada masyarakat diharapkan menjadikan masyarakat mengerti bagaimana menyikapi bencana gempa bumi yang sebenarnya.
Simpul Pemberdayaan Masyarakat Untuk Ketangguhan Bencana Universitas Islam Indonesia (SPMKB UII) bersama Erasmus+ Programme of the European Union menyelenggarakan kegiatan Webinar Series II bertajuk “Creating Earthquake Resilience Communities”. Kegiatan yang membangun perguruan tinggi dalam memimpin ketahanan bencana ini dihelat pada Senin, (28/6) secara virtual.
Menghadirkan Michael Fuller, MBE., MBA., MA. dari University of Glucesteshire England sebagai pembicara kunci, Dr. Ir. Arif Wismadi, M.Sc (Dosen Prodi Arsitektur UII) dan Prof. Ir. H. Sarwidi, MSCE., Ph.D. IP-U (Dosen Prodi Teknik Sipil UII). Hadir memberikan sambutan wakil Rektor Bidang Networking dan Kewirausahaan Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D dan Kepala SPMKB UII, Dr. Dwi Handayani S.T., M.Sc.
Dalam pemaparannya Michael Fuller menjelaskan pengiriman logistic dan dukungan kebutuhan selama bencana alam atau keadaan darurat ke daerah yang terkena dampak merupakan salah satu upaya dalam mengelola sumber daya dan menjaga reputasi logistic kemanusiaan. Adapun manajemen bencana terdiri dari pengorganisasian, perencanaan dan penerapan langkah-langkah untuk memperiapkan, menanggapi dan memulihkan diri saat pasca bencana.
“Ketahanan adalah kemampuan untuk mengantisipasi, mempersiapkan dan menanggapi serta beradaptasi dengan segala sesuatu mulai dari peristiwa kecil sehari-hari hingga guncangan dan perubahan kronis atau bertahan saat terjadinya suatu bencana,” terangnya.
Michael Fuller menyebutkan manfaat integrasi dan ketahanan dalam bencana antara lain ketahanan, risiko, keamanan dan keselamatan. Fokus strategis dalam ketahanan bencana terfokus pada kapabilitas di semua lapisan korban yang terkena bencana yang didasari dengan penyampaian informasi secara efektif dan efisien sehingga penyampaian informasi terus berlanjut pada tahap pemulihan.
Selain itu, Arif Wismadi menyampaikan konsep dasar dari sister village yang merupakan bentuk kerjasama antar desa rawan bencana gunung api dengan desa yang aman diluar kawasan rawan bencana atau yang tidak terkena dampak dari bencana gunung api, sehingga bisa dijadikan sebagai tempat pengungsian.
“Konsep sister village didalamnya harus terdapat shelter yang selalu tersedia, bangunan yang selalu ada dan apat digunakan baik dalam keadaan apapun, oleh karena itu dengan adanya tujuan dari konsep ‘one home one pavilion’ memberikan manfaat dalam upaya memberikan bantuan pengungsian bagi korban bencana selepas terjadinya bencana,” tuturnya.
Dalam pemaparannya Prof. Sarwidi menerangkan korelasi antara konsep sister village dan BARRATAGA (Bangunan Rumah Rakyat Tahan Gempa). Keprihatinan terhadap kurangnya tingkat kesadaran masyarakat untuk membangun rumah tahan gempa. Dalam penjelasannya, untuk rumah satu lantai, penggunaan konsep pembangunan barrataga adalah pilihan yang optimal.
Konsep penanggulanagan bencana (konsumtif) terfokus pada tanggap darurat sektoral, insidentil dan sektoral. Paradigma baru dalam pennanggulan bencana melalui investasi didalamnya terdiri dari sifat antisipatif, menyeluruh, terpadu dan sistemik. “Hal ini merupakan dukungan dalam pengembangan dan bagian dari upaya masyarakat terkait pentingnya memperhatikan investasi dalam membangun rumah tahan gempa,” ucapnya. (HA/RS)