Menilik Isu Agama dalam Dunia Politik
Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indoenesia (PUSHAM UII) menyelenggarakan diskusi bulanan pada Jum’at (26/6) secara daring. Diskusi kali ini mengankat judul Modal dan Agama Dalam Percaturan Politik Lokal di Indonesia dengan narasumber Prof Greg Barton dari Deakin University, Dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Abdul Gaffar Karim, dan Direktur Pusham UII Eko Riyadi, S.H., M.H.
Greg Barton menjelaskan bahwa dengan menggunakan tindakan extrimisme dalam kepentingan pribadi sangatlah berbahaya, apalagi jika dipergunakan untuk kepentingan politik. Ia juga berpesan untuk tidak terpengaruh dengan isu-isu yang menyebabkan tindakan ekstrimisme meski di Indonesia saat ini tidak terjadi kasus yang serius mengenai tindakan ini. “Tindakan ekstrimisme untuk kepentingan pribadi mengandung bahaya, apalagi jika dipergunakan oleh pemain politik,” ungkapnya.
Abdul Gaffar Karim dalam paparanya mengatakan bahwa banyak aktor-aktor politik intelektual yang memanfaatkan agama sebagai cara untuk memperoleh dukungan. Ia juga menyebutkan dua hal yang dapat menyebabkan para aktor politik itu memanfaatkan agama untuk kepentingan mereka. Pertama, lemahnya basis ideologi yang dimiliki kebanyakan partai politik di Indonesia. Kekuatan-kekuatan politik elektoral sangat jarang memiliki fondasi ideologis yang kuat yang menyebabkan partai-partai politik tidak betul-betul memilki basis ideologi yang jelas. Meski ada beberapa partai politik yang memiliki basis ideologi yang jelas, yang lain hanya bisa dibedakan basis sosialnya saja dan tidak teruntuk ideologinya.
Kedua, menurut Abdul Gaffar Karim, lemahnya basis programatik yang dimiliki partai-partai politik. Sehingga masyarakat tidak bisa membedakan program apa saja yang akan diusung oleh setiap partai politik. Dalam keadaan seperti ini mereka akan memanfaatkan potensi politik identitas di dalam masyarakat untuk mempertegas siapa diri sendiri dan siapa yang lain, sehingga yang paling mudah dimanfaatkan adalah agama.
“Sebenarnya kita tidak tahu apa bedanya partai A dengan partai B, jika yang terpilih adalah yang partai A akan terjadi seperti apa? bahkan sebaliknya. Akhirnya agama dimanfaatkan sebagai kekuatan, dan oleh para aktor dalam dunia politik untuk memperoleh dukungan dari para pemilih,“ paparnya.
Direktur PUSHAM UII Eko Riyadi mengatakan Pemanfaatan identitas agama guna kepentingan politik sebenarnya tidak terkait langsung dengan agama. Konflik yang mengatasnamakan agama yang terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia sebetulnya tidak ada korelasinya dengan agama. Menurutnya penyebab konflik antara komunitas agama-agama seringkali didorong oleh kepentingan Industri serta persaingan bisnis ekonomi. Hal ini terjadi karena ada pihak tertentu yang sengaja memanfaatkan isu untuk mencapai tujuan dari politik mereka. “Karena industri harus dijalankan, kemudian ada penolakan, dimainkanlah isu agama untuk kepentingan-kepentingan dimudahkan industrialisasi itu,” jelasnya.
Eko Riyadi juga menyampaikan bahwa yang berpotensi sebagai korban adalah kaum minoritas yang ada di tengah-tengah kaum mayoritas. Menjadikan agama sebagai bahan pemanfaatan ideologi politik untuk kepentingan politik dalam mencari popularitas dan mencari pemilih. Karena di level masyarakat apabila agama dipahami sebagai sesuatu yang sakral, yang mampu menyebabkan seseorang berani berkonflik dalam isu agama sangatlah berbahaya.
“Agama dimanfaatkan bukan benar-benar untuk ideologi politiknya yang bersangkutan, akan tetapi di pergunakan juga untuk kepentingan lainnya. Sehingga yang dilakukan partai politik hanya satu yakni mencari pendukung sebanyak-banyaknya untuk legitimasi kekuasaan, dan yang paling mudah adalah agama” tandasnya. (HA/RS)