Mengurai Kode Etik Dokter Dari Sudut Pandang Etika Hamba
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) terus berupaya meningkatkan kedisiplinan dalam praktik medis yang sesuai dengan kode etik kedokteran. Upaya tersebut diwujudkan dalam seminar yang bertemakan ‘’Penguatan Etika Medis/Bioetik Berbasis Etika Hamba” yang diadakan pada Sabtu (15/4) melalui kanal Zoom Meeting dan YouTube. Acara seminar ini digagas oleh Pusat Studi Bioetik dan Hukum Kedokteran Islam FK UII. Pusat studi ini rutin melakukan kajian terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan etik dan hukum kedokteran termasuk dengan ulasan mengenai RUU kesehatan.
Dekan FK UII Dr. dr. Isnatin Milladyah, M.Kes. dalam sambutannya mengatakan, “Acara ini dilandasi beberapa hal seperti keprihatinan kita selama ini mengenai banyaknya kasus etik yang menimpa beberapa dokter atau tenaga medis disekitar kita. Bahkan beberapa kasus diantaranya sampai ke jalur hukum. Sehingga ini adalah hal yang sama sekali tidak kita harapkan”.
Kode etik kedokteran adalah sebagai dasar bagi para medis dan dokter dalam melakukan aktivitas atau praktik kliniknya yang memuat berbagai kewajiban umum sebagai dokter terhadap pasien, sejawat, diri sendiri.
“Dapat kita lihat selama ini dari beberapa dokter yang ada pada saat mereka memasuki proses pendidikan dokter itu sebenarnya semangat atau sifat altruism, suka membantu, dan mengedepankan kepentingan bersama itu sudah ada. Namun, pada kenyataannya ketika sudah menjadi dokter, hal itu malah bergeser,” tambahnya.
Acara berlanjut dengan sesi pengisian materi oleh para narasumber. Dalam seminar ini, konsep akan dikaji dari berbagai aspek baik dr sisi agama, filsafat, kebudayaan termasuk aspek bioetik secara umum. Secara universal, banyak hal yang dapat diterapkan bukan hanya sebagai dokter tetapi juga untuk tenaga medis lainnya.
Materi pertama disampaikan oleh dr. Syaefudin Ali Akhmad, M.Sc ialah mengenai “Etika Hamba dalam Perspektif Bioetik Islam; Kajian Isi KODEKI”. Adapun materi kedua disampaikan oleh Dr. Purwadi, S.S. M.Hum yang membahas mengenai “Etika Hamba dan Etika Majikan dalam Tradisi Jawa”. Sedangkan materi ketiga ialah mengenai “Etika Hamba; Tinjauan Filsafat Islam, Syariat dan Tasawuf” oleh Prof. Dr. Rd. Multadhi Kartanegara. Terakhir, materi disampaikan oleh Dr. C.B. Kusmaryanto, SCJ., mengenai “Etika Hamba dalam Perspektif Iman Katolik dan Protestan”.
Bagi hamba yang tulus dan sadar diri, tentu akan pandangan bahwa yang terbaik bagi dirinya adalah apa yang diberikan oleh tuannya. Seorang hamba berpikir untuk menyempurnakan kewajiban dan memberikan yang terbaik bagi tuannya. Seorang hamba tidak akan memiliki perasaan bahwa dirinya dan berbagi fasilitas yang ada itu adalah milik dirinya sendiri, namun tetap milik tuannya semua.
Karakter hamba adalah meminta atau mengambil manfaat hanya kepada tuannya dan tidak mau menduakan ketaatan dan permintaan kepada selain tuannya. Berbeda dengan pendekatan dengan etika orang yang bebas merdeka bukan sebagai seorang hamba. Seorang yang bebas merdeka cenderung akan memilih sesuatu atas pertimbangan asal menguntungkan dirinya dan menyenangkan dirinya/membahagiakan dirinya dan memudahkan dirinya. Sikap dan etika seorang yang bebas merdeka akan lebih dekat pada sikap egosentris atau egoisme daripada altruisme.
Menurut penjelasan beberapa materi, terdapat sesuatu yang harus kita masuki dari beberapa masalah atau celah yang kosong tersebut. Ini menjadi sesuatu yang diharapkan untuk memperkuat isi celah tersebut dengan menawarkan suatu konsep etika hamba. Konsep etika hamba yang digagas dalam seminar ini diharapkan dapat menjadi pelengkap atau memperkuat dari prinsip dasar didalam kode etik terutama dalam sisi etik penguatan diri praktisi medis. (APA/ESP)