Mengulik Sepakbola Indonesia dari Aspek Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) menyelenggarakan Guest Lecture pada Blok 4.1 Elektif Kesehatan Olahraga dengan mengundang pemateri yang expert di bidangnya untuk berdiskusi mengenai kesiapan atlet sepak bola profesional Indonesia berlaga di kancah Internasional, Selasa (19/10).
Mengawali sesi dr. Alfan Asyhar, Founder Exercise Medicine Center UII membuka diskusi dengan Coach Dragon Djulkainovic, seorang Pelatih Lisensi UEFA Pro Klub Pae Karaiskaki Greece yang sebelumnya pernah menjadi pelatih di PSIS (Persatuan Sepakbola Indonesia Semarang) pada Liga 1 2019 sampai Agustus tahun ini.
“Salah satu permasalahan yang dimiliki sepakbola Indonesia adalah perlunya kesiapan fisik dan taktik,” ujar Coach Dragon.
Menurutnya hal itu merupakan faktor terbesar mengapa sepak bola Indonesia belum bisa berkompetisi hingga menembus Eropa. Padahal menurut Dragon, Indonesia memiliki atlet yang bertalenta dan berbakat.
Coach Dragon menyarankan agar pemerintah melakukan persiapan dimulai dari tingkat sekolah atau akademi, menyediakan fasilitas pelatihan yang lebih baik, dan memperhatikan nutrisi yang seimbang.
“Sebagai seorang atlet, nutrisi harus optimal seperti vitamin dan protein,” ujarnya. Ia teringat saat masih menjadi pelatih di klub Semarang para atlet justru biasa makan mie ayam, yang kandungan gizinya dinilai belum seimbang.
Selanjutnya Walace Costa Alves seorang Brazillian Player sekaligus Kapten tim PSIS FC, juga menyampaikan hal senada dengan Coach Dragon, jika sistem persepakbolaan di Indonesia belum semaju dengan negara lain, utamanya Eropa. “Namun, saya optimis jika suatu hari nanti tim Indonesia bisa bermain di liga dunia,” ujar Walace.
Ia juga bercerita jika pada kenyataannya kompetisi sepakbola di Indonesia jauh lebih keras dibandingkan Brazil. “Saya disini berusaha terus beradaptasi dan berusaha selalu menjaga komunikasi dengan tim,” ujarnya.
Wallace membagikan tips untuk bisa menjaga kekompakan tim, menurutnya komunikasi merupakan kunci. Konflik di dalam lapangan sudah merupakan hal biasa karena tiap pemain dalam satu klub saja saling berkompetisi. Namun, bagaimana mungkin konflik tersebut jangan sampai dibawa hingga keluar lapangan. “Salah satu kemampuan yang harus dimiliki seorang atlet adalah mengendalikan emosi,” ujarnya.
Selanjutnya dr. Asep Santoso, M. Kes., Sp. OT (K), seorang Konsultan Hip & Knee (Adult Reconstruction, Trauma, and Sport) menyampaikan mengenai cedera olahraga khususnya pada bidang sepakbola. Semua atlet pastinya menghindari mengalami cedera karena akan sangat mempengaruhi performa mereka di lapangan.
“Sepakbola merupakan olahraga yang sangat dinamis, sehingga risiko untuk cedera juga cukup tinggi dibanding bidang olahraga lainnya,” ujar dr. Asep.
dr. Asep mengatakan jika cedera yang paling sering dialami oleh atlet sepakbola adalah cedera paha, lutut, dan ankle. Risiko untuk terjadinya cedera meningkat seiring usia atlet. Biasanya cedera jarang terjadi pada atlet di bawah usia 23 tahun.
“Pencegahan cedera pada atlet kami fokuskan dengan menguatkan otot tipe II,” katanya. Salah satu atlet dengan kekuatan otot paling baik adalah Cristiano Ronaldo sehingga jarang cedera, meskipun cedera biasanya proses penyembuhan akan lebih singkat. (UAH/RS)