Mengubah Sampah Jadi Bernilai Sebagai Sumber Daya
Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII) bersama Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Yogyakarta menggelar webinar bertema circular economy pengelolaan sampah di Indonesia pada Sabtu (29/10). Pengelolaan sampah yang tepat merupakan salah satu cara untuk mensejahterakan rakyat.
“Bidang lingkungan hidup terus berkelanjutan, yang penting bisa mengelola ekonomi, memanfaatkan apa yang ada di lingkungan agar nantinya sampah bisa menjadi uang yang berkah dan melimpah,” ucap Prof. Mahfud Sholihin, SE, M.Acc., Phd., Ak. CA. selaku ketua ICMI Organisasi Wilayah Yogyakarta.
Hal serupa juga disampaikan oleh Kaprodi Teknik Lingkungan UII, Dr. Eng. Awaluddin Nurmiyanto, S.T., M.Eng. bahwa semua orang bertanggung jawab untuk mengelola sampah. Jika ditinjau dari sirkuler ekonomi, banyak hal terkait pengelolaan sampah. “Untuk mengatakan sampah itu sumber daya, perlu perubahan cara pandang,” tuturnya.
Keberadaan sampah yang sebenarnya sumber daya, perlu diaktualisasikan dengan usaha-usaha masyarakat untuk mengelolanya. Dengan seperti itu, maka dapat mendukung aktivitas ekonomi serta efisiensi sumber daya.
Salah satu contoh nyata, dengan mengkampanyekan pengelolaan sampah berkelanjutan dari sumber sampah bersama aplikasi Rapel (Rakyat Peduli Lingkungan). Rapel merupakan aplikasi untuk menjual sampah anorganik yang masih memiliki nilai jual dan telah dipilah menurut jenisnya oleh pemilik sampah yang menjadi user atau pengguna aplikasi.
“Rapel, mengkampanyekan gerakan pengelolaan sampah dari sumber sampah dengan menyediakan sistem pembelian sampah (recyclable) terpilih secara online,” ujar Marta Yenni, S.P. selaku Perwakilan Rapel.
Menurutnya, ada beberapa hal yang melatarbelakangi adanya Rapel; seperti rendahnya masyarakat tentang pengelolaan sampah berkelanjutan, belum banyak masyarakat yang melakukan pemilahan sampah, dan lain sebagainya.
Berdasarkan survey yang dilakukan pada tahun 2015 dan 2018, sebagian masyarakat yang telah melakukan pemilahan sampah kecewa karena setelah dipindah kemudian dicampur lagi saat diambil oleh petugas. “Maka dari itu, Rapel hadir untuk Indonesia,” pungkasnya.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Biomagg, perusahaan pengelolaan sampah. Aminudin SP. sebagai CEO Biomagg, menuturkan bahwa berdasarkan survey, 81 % masyarakat Indonesia tidak memilah sampah. Indonesia sebagai negara kedua penghasil limbah makanan terbesar di dunia, perlu segera mengatasi problematika sampah yang ada. “Biomag hadir untuk mengolah sampah organik, khususnya limbah makanan agar nantinya ke depan Biomags mampu menghasilkan sumber pangan baru,” ungkapnya.
Di sisi lain, Martius D. Adrian, M.B.A. selaku Head of Business PT. Waste4change Alam Indonesia turut menegaskan bahwa sampah jadi tanggung jawab semua masyarakat. “PT. Wasteforchange hadir untuk mengelola sampah yang bertanggung jawab dari hulu hingga hilir,” ujarnya.
Menurutnya, ada 2 solusi Waste4change untuk mengelola sampah organik, (1) pengangkutan sampah organik dan sampah anorganik via pelayanan pengangkutan sampah responsible waste management dan zero waste to landfill waste4change, (2) proses sampah organik di rumah menggunakan composing bag waste4change yang terjangkau dan mudah digunakan.
Pihaknya mengumpulkan dan mengolah sampah secara bertanggung jawab dengan menciptakan kesadaran dan edukasi tentang pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. “Kumpul-angkut-buang tidak menyelesaikan masalah, tetapi hanya memindahkan masalah dan menciptakan masalah baru,” pungkasnya. (LMF/ESP)