Mengkaji Rukyatul Hilal Ramadan 1443 H

Mengkaji Rukyatul Hilal Ramadan 1443 H

Menjelang bulan suci Ramadan, Jurusan Studi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia mengadakan Rukyatul Hilal di Manglung Gunung Kidul pada Jumat (1/4). Sebagai narasumber dosen Ilmu Falak Jurusan Studi Islam FIAI, Dr. Anisah Budiwati, S.H.I., M.S.I., dan Dr. Sofwan Jannah, M.Ag. Jalannya kegiatan dipandu M. Najib Asyrof, Lc., M.Ag.

Tujuan dari Rukyatul sesuai dengan hadist Rasulullah yaitu berpuasa karena melihat hilal dan berbuka karena melihat hilal. Anisah menyampaikan kegiatan Rukyatul Hilal secara astronomis adalah kegiatan observasi. “Jadi hasil dari pada perhitungan yang kita kenal dengan metode hisab itu diverifikasi dengan kegiatan observasi,” jelasnya.

Merujuk pada kalender Hijriah yang beredar di masyarakat, Ramadan 1443 H akan jatuh pada 2 dan 3 April 2022. Menanggapi hal tersebut Sofwan menjabarkan hasil perhitungan terbit fajar yaitu 17 derajat dari hasil penelitian tim UII dengan RHI (Rukyatul Hilal Indonesia). Kriteria awal Ramadan juga berbeda pada setiap negara tergantung pada ketinggian hilal. Dalam hal ini Sofwan menambahkan bahwa dalam melihat hilal tidak selalu di awal Ramadan. Melainkan dapat dilihat sejak akhir bulan sebelumnya.

Oleh karena itu Sofwan menyimpulkan akan menyerahkan pilihan pada masyarakat mengenai jatuhnya bulan suci Ramadan. “Anggap saja satu pembelajaran baru, kita lihat apakah lebih banyak yang berupuasa di tanggal 2 April atau 3 April yang sekarang ini digagas oleh Pemerintah Republik Indonesia,” jelasnya.

Dengan melihat visualisasi post observasi bulan, hilal yang terlihat pada 2 April 2022 saat magrib berada di ketinggian 314 m di atas permukaan laut yaitu hilal di posisi 12 derajat 2 menit 5 detik. Berdasarkan hasil observasi tersebut diartikan bahwa tidak bisa dinyatakan sebagai awal 1 Ramadan. Menurut Sofwan terdapat perbedaan dalam menafsir hilal, tetapi menurutnya hilal tidak harus terlihat dengan jelas karena pantulan cahaya matahari oleh bulan pun dapat dikatakan sebagai hilal.

“Pada umumnya hilal itu harus terlihat. Kalo menurut saya tidak harus terlihat, asal sudah ada cahaya matahari itu dipantulkan oleh bulan maka itu sudah disebut sebagai hilal. Sehingga insyaAllah sebagai pelaksana hisab sesuai dengan di kalender UII juga tanggal 2 April besok berarti sudah harus melaksanakan ibadah puasa,” Sofwan.

Terakhir Sofwan menyimpulkan bahwa jika hilal telah di atas ufuk maka keesokan harinya dapat berpuasa. Namun beliau menyerahkan keputusan awal Ramadan kepada masyarakat, baik mengikuti Ulil Amri (Pemerintah) atau penafsiran ulama falak.

Selain melihat posisi hilal, penentuan 1 Ramadan juga menggunakan data hisab yang diobservasi setiap bulan oleh BMKG. Bagi masyarakat yang menunggu hasil isbat dari Pemerintah maka dapat menunggu Magrib terakhir di Indonesia yaitu pukul 18.47 di Kota Sabang. Hal tersebut dipertimbangkan karena melihat cuaca yang hujan. Sehingga cukup sulit untuk membedakan kontras warna antara cahaya hilal dan cahaya syafaq ketika matahari terbenam. (LY/RS)