Menghindari Toxic Productivity
Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (LEM UII) menyelenggarakan webinar bertemakan “Toxic Productivity” dengan menghadirkan alumni UII, Ahmad Zain Fahmi, S.Psi. yang kini menjadi Mental Health Promotor, Project Officer @sadardiri.id, dan Project Officer of Optima Psikologi & HRD.
Toxic Productivity adalah sebuah obsesi untuk mengembangkan diri dan selalu merasa bersalah jika tidak bisa melakukan banyak hal. “Toxic Productivity biasanya kita kenal dengan sebutan hustle culture atau workaholic,” ucap Ahmad Jum’at (15/10).
Toxic Productivity terbagi dalam dua kategori. Pertama, ketika seseorang sibuk dan mengeluhkan pekerjaannya. Kedua, ketika seseorang terlalu terobsesi dengan pekerjaannya dan mengharuskan pekerjaan itu selesai dalam keadaan apapun. Menurutnya, Toxic Productivity dapat ditandai ketika seseorang sudah jarang sekali melakukan hal-hal yang dia sukai, atau ketika seseorang sudah jarang berinteraksi atau sekedar menghabiskan waktu luang dengan orang-orang terdekatnya.
“Ketika semua itu terjadi, sempatkan waktu untuk beristirahat. Istirahat bukan berarti kita lemah, tapi kita harus bisa menyeimbangkan kapan kita harus fokus kerja dan kapan kita butuh istirahat. Kuncinya, jangan pura-pura lupa sama alarm,” ujarnya.
Toxic Productivity selain tidak baik untuk kesehatan mental seseorang, pada kenyataannya juga berdampak tidak baik pada performa orang yang melakukan. Kerap kali, orang yang mengalami Toxic Productivity telah merasa mengeluarkan segenap tenaganya, bahkan tak jarang mereka merasa sangat kelelahan. Namun, hasil yang ditimbulkan sama saja, dan cenderung tidak ada peningkatan.
Untuk mengatasi persoalan terkait Toxic Productivity, Ahmad membagikan beberapa tips. Pertama Aware terhadap diri sendiri dan melakukan self-evaluation. Evaluasi diri ini dapat diukur dengan beberapa indikator, seperti family and friends, health, finance, business and carieer, physical environment, personal growth, dan romance.
Kedua, menentukan tujuan besar dan belajar memilah-milih. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan hal-hal yang dikuasai dan berkaitan dengan tujuan yang dimiliki. Ketiga belajar memenejemen waktu. Ini dapat dilakukan dengan menentukan skala prioritas tugas yang harus dikerjakan, dengan parameter penting mendesak, penting tidak mendesak, mendesak tidak penting, dan tidak mendesak tidak penting.
Berikutnya yang keempat, peduli terhadap diri sendiri, dapat dilakukan dengan beristirahat, melakukan hal-hal yang disukai, dll. Kelima, mengatakan kalimat afirmasi positif pada diri sendiri, seperti mengatkan sayang, maaf, terimakasih, dan semangat kepada diri sendiri.
Terakhir Ahmad mengatakan, Toxic Productivity dapat diatasi dengan Rule of 8, yaitu membagi waktu 24 jam kita menjadi 3 hal. “8 jam untuk bekerja, 8 jam untuk leasure act, mengisi waktu luang, beristirahat, dll. Dan 8 jam untuk personal growth.” (EDN/RS)