,

Menggagas Pembentukan Peradilan Pemilu di Indonesia

Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Ujian Terbuka Promosi Doktor dengan promovendus, Rayendra Erwin Moeslimin Singajuru, S.H., M.H. Sosok yang cukup lama berkarir di dunia politik ini membawakan disertasi berjudul “Politik Hukum Penyelesaian Sengketa Pemilu: Menggagas tentang Pembentukan Pengadilan Pemilu di Indonesia”. Ujian Terbuka ini diselenggarakan secara langsung di Gedung Auditorium Abdul Kahar Muzakir pada Jum’at (7/1) dan dipimpin oleh Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, M.Sc., Ph.D. 

Erwin menyampaikan bahwa problematika hukum pemilu yang terus berulang terjadi sejak tahun 1999 adalah sengketa pemilu dengan berbagai substansi masalah dan belum adanya mekanisme penyelesaian yang kuat dan terlembaga. Beberapa permasalahan yang terjadi dalam pemilu ditangani oleh lembaga yang berbeda-beda sesuai jenis pelanggarannya. 

Di antaranya yaitu: 1) DKPP untuk pelanggaran etika, 2) KPU untuk pelanggaran administrasi, 3) Badan Pengawas Pemilu untuk sengketa antar peserta pemilihan dan penyelenggara, 4) Polisi untuk tindak pidana pemilu, 5) TUN dan PTUN untuk perselisihan hasil pemilihan antara KPU Provinsi dan KPU Kab/Kota oleh KPU.

Selain itu, sengketa pemilu juga diwarnai konflik kewenangan antara Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam mengadili sengketa Pilkada. Jika melihat pada pada UU No. 31 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sengketa Pilkada merupakan kewenangan MA. Namun, jima melihat pada ketentuan Putusan MK No. 027-73/PUU-II/2004 pada tanggal 22 Maret 2005 lalu, yang berwenang mengadili sengketa Pilkada adalah MK. 

Berawal dari konflik kewenangan tersebut, muncullah Pasal 157 ayat (1 – 3) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang menyatakan bahwa “Sengketa penetapan perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh MK sampai dibentuknya lembaga peradilan khusus”.

Oleh karena itu dalam disertasinya Erwin berpendapat bahwa pemilu di Indonesia memerlukan mekanisme penyelesaian sengketa yang terlembaga. Hal ini akan menguatkan kredibilitas hasil pemilu. Lembaga peradilan khusus yang dibangun perlu memiliki karakter volksgeist untuk menyelesaikan sengketa pemilu secara komprehensif. 

“Bentuk kelembagaannya cukup bersifat delegatie provision yang berarti tidak harus dibentuk dengan undang-undang tersendiri, tetapi dapat disiapkan pada pengaturan mengenai pengadilan khusus pemilu dalam UU Pemilu. Dengan wewenang menangani segala sengketa yang timbul dalam proses pemilu (satu atap), mulai dari sengketa administrasi, tindak pidana pemilu, hingga perselisihan hasil pemilu,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan beberapa argumen yang mendasari pemikirannya itu. Pertama, agar tidak terjadinya kekosongan lembaga peradilan khusus yang dikhawatirkan akan mencederai Hak Asasi Manusia (HAM) warga negara dan integritas pemilu serta martabat demokrasi itu sendiri. Kedua, agar pengadilan pemilu memiliki kekuatan hukum optimal, Erwin menyarankan ketentuan terkait peradilan khusus pemilu ini dapat diatur dalam konstitusi dan menjadi sebuah Mahkamah Pemilu. 

Selanjutnya, ujian dilakukan dengan sesi tanya jawab dari para penguji dan promotor kepada Erwin Moeslimin atas disertasi yang telah ia sampaikan. Terakhir, Ketua Sidang Terbuka Promosi Doktor, Prof. Fathul Wahid menyatakan Erwin lulus menyandang gelar doktor ilmu hukum dengan indeks prestasi kumulatif 3,76 dan predikat sangat memuaskan. Ia pun menjadi doktor ke-132 pada Program Doktor Ilmu Hukum UII dan doktor ke-273 yang promosinya diselenggarakan oleh UII.

“Kami atas tim promotor mengucapkan selamat dan semoga terus sukses untuk Dr. Erwin Moeslimin sekeluarga,” ucap Prof. Ni’matul Huda mengakhiri sesi penyampaian dari promotor. 

Jalannya sidang juga dihadiri oleh Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H., Ketua BPK RI, Dr. Agung Firman Sampurna, CSFA., CFrA., CGCAE., QGIA, serta Menteri Dalam Negeri RI, Jenderal Polisi (Purn.) Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D.

Para penguji yang hadir di antaranya Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U., Prof. Amzulian Rifai, S.H., LLM., Ph.D., Prof. Dr. Muhammad Fauzan, S.H., M.H., Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M., dan Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. Sementara bertindak sebagai promotor yakni Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. dan Co Promotor Prof. Jawahir Thontowi, S.H., Ph.D. (EDN/ESP)