Mengenang Hujair Sanaky

Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Agama Islam UII menggelar kegiatan bertema “Menggali Inspirasi Pemikiran Pembaharuan Studi Islam Perspektif Hujair Sanaky” pada Kamis (20/8). Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mengenang dan mendoakan Almarhum Dr. Drs. Hujair AH. Sanaky, MSI yang merupakan dosen senior Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (UII).

“Almarhum merupakan sosok yang produktif dalam menulis, tidak hanya buku namun juga jurnal dan blog. Hal seperti ini perlu terus dikembangkan, terlebih ada buku beliau yang sedang dalam proses dan belum sempat terbit,” ungkap Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam UII, Drs. Tamyiz, M.A., Ph.D. Ia berharap, program studi dapat meneruskan perjuangan Almarhum Hujair Sanaky dalam kepenulisannya.

Dalam kesempatan ini, Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik & Riset UII Dr. Drs. Imam Djati Widodo, M.Eng.Sc mengakui ketegasan beliau dalam mengambil sikap. “Meskipun beliau punya pendapat yang berbeda dengan teman-temannya, namun beliau selalu berani untuk tegas menyampaikan argumen yang diyakini, saya sangat menghormati beliau,” ungkapnya.

Kesan juga disampaikan Dr. Drs. Muzhoffar Akhwan, M.A. “Kalau dengan Almarhum, apabila kita melakukan kritik, kita harus siap berargumentasi. Karena beliau selalu meyakini apa yang dilakukannya,” ungkapnya.

Muzhoffar Akhwan mengkisahkan tentang pendirian Almarhum yang sangat kokoh, “Ada beberapa poin saat beliau ujian disertasi, namun pemikiran dari pengujinya tidak dicantumkan dalam bukunya. Karena beliau sangat yakin pada pemikirannya”. Kegigihannya dalam mengembangkan studi Islam tercermin dari kemampuan menulisnya di bidang terkait.

“Dulu disertasi beliau 900 halaman, diminta sama penguji mengurangi hingga 250 halaman itu memakan waktu yang sangat lama, ini memperlihatkan beliau kalau menulis selalu mengalir terus tidak ada hentinya,” ungkap Muzhoffar. Beliau juga dikenal dengan kejeliannya dalam mengambil argumentasi milik orang lain lalu dijadikan sebuah pendapat yang baru, tidak semata-mata menuliskan kembali argumen orang lain. Sehingga pemikirannya selalu memiliki pembaharuan.

“Argumentasi beliau selalu kuat, beliau jeli betul dalam mencari pembaharuan dari argumen yang sudah ada.” tambah Muzhoffar. Namun, Muzhoffar menilai bahwa Almarhum baru sampai pada tataran pemikiran, belum pengimplementasian, “Jadi mungkin ini yang bisa kita kembangkan untuk mengimplementasikan pemikiran-pemikiran beliau,” tandasnya.

Almarhum Hujair Sanaky juga dikenal sebagai pribadi dengan nasab intelektual yang kuat. Meskipun fokus kepada bidang pendidikan Islam, Almarhum juga pernah mengkritisi pemikiran hadist Fazlu Rahman serta menulis dengan tema syariah. “Beliau tidak terkungkung dalam studi tarbiyahnya, namun beliau juga mengeksplor bidang studi lainnya,” ungkap Dr. Yusdani., M.Ag.

Dalam proses menulis sebuah karya, Almarhum Hujair Sanaky selalu menekankan betapa pentingnya sebuah metodologi kritis. Terutama bagi pengembangan studi yang berkaitan dengan agama Islam. “Metodologi kritis ini lah yang sangat menonjol dalam setiap tulisan beliau”, lanjut Yusdani.

Dalam beberapa disertasi, Almarhum berani mengajukan kritik terhadap pemikiran Amin Abdullah. “Menurut beliau, integrasi interkoneksi yang dikembangkan Amin Abdullah masih hipertonik tetapi tidak terintegrasi. Kalau kita telaah lebih lanjut, beliau menolak islamisasi ilmu pengetahuan. Makanya beliau sering mengatakan, tidak ada pendidikan Islam, yang ada adalah pendidikan islami”. Selain kritis, Almarhum Hujair Sanaky juga merupakan pribadi yang kreatif, “Beliau itu kreatif, bisa kita lihat dari bukunya yang berjudul Media Pembelajaran yang diterbitkan hingga tiga edisi,” paparnya. (VTR/RS)