,

Mengenal Cedera dan Pemulihan Atlet Olahraga Bola Basket

Atlet bola basket memiliki kemampuan kapasitas aerobik lebih tinggi daripada orang biasa. Khususnya pemain guard akan memiliki kapasitas aerobik lebih tinggi dari posisi lainnya seperti center (tengah). Namun, kapasitas aerobik tersebut tidak lantas berhubungan dengan performa atlet di lapangan. Sebagaimana dituturkan dr. Andi Kurniawan, Sp. KO, anggota Tim dokter Satria Muda Basketball Club (2008-2015) dalam acara Webinar Kesehatan yang diselenggarakan oleh UKM Bola Basket Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) pada Minggu (05/12).

dr. Andi menjelaskan jika kapasitas aerobik nanti akan lebih berperan saat pemulihan. Sedangkan performa atlet akan lebih dipengaruhi oleh kapasitas anaerobik yang meliputi kecepatan, lompat vertikal, dan kegesitan.

Menurut dr. Andi, seorang atlet bola basket membutuhkan kekuatan otot ekstremitas bawah lebih kuat dari melebihi atlet sumo. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi atlet saat melakukan gerakan boxing out. Dia menambahkan seorang pemain basket juga harus memiliki kemampuan melompat dan mendarat yang baik karena dalam satu permainan pria bisa melakukannya 46-52 kali. “Pada perempuan akan lebih sedikit sekitar 19-42 kali,” jelasnya.

Saat bermain, detak jantung atlet akan berada di antara 161-186x/menit dan dalam satu kali permainan atlet akan sprint sekitar 25 km. “Latihan lebih baik sprint daripada ketahanan yang justru akan menyebabkan overuse atlet,” jelasnya.

Cedera yang paling sering dialami oleh atlet bola basket adalah pergelangan kaki baru disusul oleh sumsum tulang belakang dan lutut. Berdasarkan data riset atlet laki-laki lebih sering mengalami cedera.

“Khususnya di Indonesia, justru cedera lutut paling banyak dialami,” ungkapnya. Ia menambahkan jika cedera pergelangan kaki sebetulnya paling banyak dialami oleh atlet di Indonesia. Namun, pengaruh kultur yang menganggapnya hanya keseleo sehingga biasanya tidak akan dirujuk ke rumah sakit.

Dia menekankan pada kasus cedera ligamen krusiat anterior (ACL) yang bertanding di NBA (National Basketball Association) biasanya nanti akan mengalami penurunan performance dan biasanya tidak akan bisa bertanding lagi. “Perawatan cedera harus mampu mengembalikan anatomi, fungsi, dan performa atlet seperti semula,” jelasnya.

Proses perawatan cedera dikatakan optimal menurutnya adalah saat atlet bisa kembali untuk bertanding baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jangan sampai satu minggu setelah pemulihan ia kembali terkena cedera baru. Dijelaskan oleh dr. Andi jika belum benar sembuh namun dipaksa bertanding dan muncul cedera baru maka akan memperparah cedera lama dan akan lebih berisiko untuk mengalami komplikasi.

Salah satu poin yang menunjukkan proses penyembuhan yang optimal adalah saat sudah tidak ditemukan pembengkakan atau kemerahan di bekas cedera. Selain itu, kestabilan psikologis atlet juga sudah baik. “Penyembuhan dari sisi psikologis harus dilakukan secara bertahap,” pungkas dr. Andi. (UAH/ESP)