Mengenal AI dalam Dunia Medis
Artificial Intelligence atau AI telah merambah ke berbagai bidang baik industri maupun non-industri. Peralatan medis pun telah menerapkan AI sebagai salah satu komponen penting. Dalam wawancara oleh Bidang Humas UII, Dr. Sri Kusumadewi, S.Si., M.T. menyampaikan AI sudah diaplikasikan ke dalam banyak hal, salah satunya informatika medis. Sebagian besar didukung oleh teknologi AI terbaru seperti system vision atau computer vision yang pada dasarya berfokus pada pengolahan citra. Lalu dalam perkembangannya bisa mengaplikasikan virtual reality atau augmented reality.
Dosen Jurusan Informatika UII ini menjelaskan bahwa di sisi lain AI juga diperlukan untuk mendukung kepentingan IoT, data mining, dan cloud. Dengan adanya big data, maka AI dapat digunakan untuk kepentingan yang lebih luas terutama dalam dunia medis. Contoh sederhananya adalah data rekam medik pasien yang dimiliki setiap rumah sakit. Data-data tersebut hanya digunakan oleh masing-masing pasien. Tapi bagaimana jika data tersebut kemudian dimanfaatkan untuk mengembangkan pengetahuan AI sehingga ke depannya, rekam medik tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk menyelesaikan masalah yang relevan.
“Pada prinsipnya, AI di bidang medis sekarang ini adalah keperluan. Karena kalau tidak, pastinya akan sulit untuk menerapkan teknologi informasi ke dalam bidang medis. Maka sudah menjadi kebutuhan sehingga teknologi itu dapat dimanfaatkan untuk melakukan perawatan kesehatan dengan lebih baik lagi”, terang Sri Kusumadewi yang menekuni bidang Informatika Medis ini.
Health device yang menggunakan AI bahkan sudah menjadi bagian dari kehidupan modern masa kini. Mulai dari yang paling umum digunakan seperti smartwatch yang memiliki fitur pengukur kondisi kesehatan pengguna yang dilengkapi dengan pembuat dukungan keputusan berdasarkan, misalnya detak jantung pengguna, hingga yang paling canggih seperti peralatan untuk kepentingan operasi. Alat-alat berbasis AI ini pada akhirnya merujuk pada IoT atau Internet of Things.
Ketika IoT mulai didengungkan dan pengaplikasiannya masuk ke dalam dunia medis, otomatis muncul istilah IoMT atau Internet of Medical Things. Namun, disamping kecerdasannya, peralatan IoMT pun masih memiliki beberapa kekurangan. Dari sisi kalibrasi alat misalnya, membutuhkan sesuatu yang spesial karena perlu kalibrasi terstandar yang terpercaya. Dalam sistem pendukung keputusan, ada poin false negative dan false positive yang diharapkan memiliki nilai rendah.
Kemudian dari segi budaya, di dalam masyarakat, kesadaran untuk menggunakan teknologi masih rendah dan sebagian besar merasa hal itu adalah beban. Lalu jika ditinjau dari sisi peralatannya sendiri, harga yang ditawarkan masih sangat mahal. “Khas sekali bagi Indonesia, beberapa alat memang tidak diproduksi di Indonesia, dan ketika masuk ke tanah air masih perlu dicustomisasi sana sini demi penyesuaian,” terang Sri Kusumadewi.
Lebih lanjut dikemukakan Sri Kusumadewi, kksistensi teknologi adalah sebuah keniscayaan. Dengan adanya teknologi informasi, memang dikhawatirkan menjadi ancaman bagi banyak profesi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa ada banyak hal yang juga tidak bisa tergantikan dengan teknologi. Bagaimana kita menyikapi teknologi ini adalah dengan mengasah kemampuan yang lebih yang tidak bisa dimiliki teknologi. Teknologi hanyalah ciptaan manusia, sehingga jika kita bisa mengeksplorasi diri lebih jauh lagi untuk menjadi orang yang bermanfaat, maka keberadaan manusia di dunia ini masih menjadi sesuatu yang berharga. (NS/RS)