Menengok Bagaimana Penyebaran Islam di Nusantara
Islam diperkirakan masuk ke Indonesia pertama kali pada tahun 30 hijriyah / 651 Masehi. Ketika itu, Khalifah Usman bin Affan mengirimkan utusan ke Tiongkok untuk memperkenalkan negara Islam yang baru saja berdiri. Dalam kesempatan tersebut, utusan Islam beberapa kali mampir ke daratan Nusantara hingga mampu membangun relasi perdagangan di pantai Sumatra bagian barat pada tahun 674 Masehi.
Sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Nur Kholis, S. Ag., S.E.I., M.Sh.Ec dalam webinar Culture Session : Understanding Indonesia Islam and Its Culture in Indonesia sebagai bagian dari pengenalan Indonesia kepada mahasiswa asing UII tahun akademik 2021/2022 pada Sabtu (21/8).
Nur Kholis menuturkan Aceh menjadi daerah pertama kunjungan tersebut. Hal ini kemudian dibuktikan dengan berdirinya kerajaan Islam pertama di daerah tersebut bernama Samudra Pasai. Catatan penjelajah Marco Polo juga menyatakan bahwa terdapat banyak orang Arab menyebarkan agama Islam di Pasai pada tahun 692 Hijriyah/1292 Masehi.
Sementara itu, Ibnu Battutah, seorang penjelajah dari Maroko, dalam laporannya juga mencatat bahwa terdapat sekolah Syafi’I di Aceh pada tahun 746 Hijriyah / 1345 Masehi. Makam Fatimah binti Maimun di Gresik yang bertuliskan tahun 475 Hijriyah / 1082 Masehi juga menjadi bukti kehadiran orang Arab dan Islam di Pulau Jawa pada masa tersebut. Masuknya Islam ke tanah Jawa tidak lepas dari peran besar Wali Songo yang mampu menyebarkan Islam dengan menggunakan pendekatan budaya sehingga bisa diterima dengan mudah oleh penduduk lokal.
“Islamisasi massal terjadi di Indonesia pada abad ke 9 Hijriyah yang didukung oleh kemunculan kekuatan politik Islam dengan berdirinya kesultanan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon dan Ternate.” Ungkap Nur Kholis. Ia menambahkan bahwa proses Islamisasi bersamaan dengan memudarnya pengaruh kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara seperti keruntuhan Majapahit, Sriwijaya, dan Sunda.
“Islam datang dengan cara yang berbeda dengan Portugis dan Spanyol yang datang ke Indonesia sebagai penakluk, sedangkan Islam hadir dengan cara yang damai dan menyebarkan semangat rahmatan lil ‘alamin.” Tukas Nur Kholis.
Ia juga membandingkan kehadiran Islam di Indonesia sebagai Islam Wasathiyah melalui organisasi Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama. Berbeda dengan metode penyebaran Islam di kawasan Asia Selatan yang kental dengan konflik. Banyak sekte keagamaan dan tidak adanya keseimbangan yang mampu menghadirkan wasatiyyah Islam. Hal yang hampir sama juga hadir di kalangan Muslim Barat melalui Islamophobia, konflik antar Muslim yang memiliki latar belakang negara dan mazhab yang berbeda hingga konflik yang berlandaskan tendensi intelektual.
Meskipun menjadi negara Muslim terbesar di dunia, Indonesia menganut sistem demokrasi alih-alih teokrasi Islam. Selain itu, Nur Kholis juga menegaskan bahwa level toleransi di Indonesia cukup tinggi yang salah satunya ditunjukkan melalui hubungan Islam dan Pancasila. Pancasila sendiri merupakan sebuah ideologi Indonesia yang cukup mengakomodasi berbagai aspek keagamaan. Tokoh-tokoh Muslim menerima Pancasila yang dijadikan sebagai bagian dari kalimah al-sawa dan penengah antara pemikiran sekuler dan negara Islam. (AP/ESP)