Meneladani Figur Pak Kahar dan Pak Sardjito
Universitas Islam Indonesia (UII) Menyelenggarakan Seminar bertajuk ‘Belajar dari Sang Teladan: Pak Kahar dan Pak Sardjito’ di Auditorium Prof. K.H. Abdulkahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII, Jl. Kaliurang Km. 14,5, Sleman, Yogyakarta, pada Kamis (14/11).
Kegiatan yang digelar merupakan bentuk untaian rasa syukur dan bangga atas dinobatkannya dua tokoh UII, yakni Rektor Pertama sekaligus pendiri UII Prof. KH. Abdulkahar Mudzakkir dan juga Rektor ketiga UII Prof. Dr. dr. M. Sardjito., M.P.H., pada 7 November 2019 yang lalu berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 120/TK Tahun 2019 Tentang Penganugerahan Pahlawan Nasional.
Sejak pagi hari peserta sudah nampak berbondong-bondong memadati ruang seminar. Terdiri dari dosen, karyawan, anggota keluarga pak Kahar dan pak Sardjito, mahasiswa, dan masyarakat umum. Kehadiran peserta tidak lain untuk menguak kembali keteladanan yang dicontohkan oleh pak Kahar dan Pak Sardjito melalui rekaman apik yang disampaikan oleh beberapa tokoh.
Dari keteladanan pak Kahar, di sesi pertama seminar, dipaparkan oleh Dr. H. M. Busyro Muqoddas, M.Hum., Dr. Habib Chirzin, serta Drs. Ahmad Charris Zubair, S.U. Sementara keteladanan pak Sardjito, pada sesi kedua seminar, dipaparkan oleh Prof. Dr. Djoko Suryo, Prof. Dr. Anhar Gonggong, serta Dr. Artidjo Alkostar, S.H., LL.M.
Rektor UII, Fathul Wahid., S.T., M.Sc., Ph.D dalam sambutannya menyampaikan bahwa seminar ini tidak lain diselenggarakan sebagai bentuk untaian syukur, atas diangkatnya mantan rektor UII sebagai pahlawan nasional.
“Kami tentunya ingin menularkan keteladanan beliau dalam sebuah forum terbuka yang dapat diakses secara luas oleh berbagai kalangan. Ini merupakan ikhtiar kami meneruskan perjuangan beliau. Keduanya adalah contoh hidup bagaimana mencintai negeri ini, tidak hanya dari kata-kata tapi juga lewat aksi nyata,” jelas Fathul.
Di hadapan peserta seminar, Fathul kembali menututrkan secarik kisah keteladanan pak Kahar dan pak Sardjito melalui kacamata UII. Kacamata yang bagi beliau terlalu kecil untuk melihat keteladanan pak Kahar dan pak Sardjito.
“Saya termasuk generasi yang tidak mengalami secara fisik bertemu dengan beliau berdua, Saya mengenal beliau berdua melalui pembacaan dan cerita dari para guru, para senior di uii yang pernah beriteraksi dengan beliau,” ujar Fathul.
“Saya ingin memberikan sedikit kisah dari beliau melalui kacamata UII, kacamata yang sangat kecil untuk membingkai beliau berdua. Karena tidak cukup melihat kiprah beliau berdua di Universitas Islam Indonesia. Tapi izinkan saya menceritakan sedikit apa yang saya pahami, apa yang saya pelajari ketika membaca sejarah beliau,” tambahnya.
Di antara kisah yang disampaikan Fathul adalah bahwa selain sebagai rektor pertama, pak Kahar adalah pendiri UII yang terus berjuang tanpa lelah. Dikisahkan pada saat memperingati milad UII yang ke empat, ditengah peperangan yang berkecamuk. Pak Kahar tetap melaksanakan upacara milad demi eksistensi UII.
Pak Kahar juga dikenal tidak hanya tokoh nasional, tetapi juga tokoh internasional. Disampaikan Fathul bahwa UII sejak berdiri bukan hanya kampus kelas nasional, tetapi kampus internasional. Hal itu terealisasi atas besutan pak Kahar yang telah menjalin hubungan dengan perguruan tinggi dari luar.
Fathul juga mengutip salah satu tulisan pak Kahar yang berserak di beberapa sepihan catatan. “Manusia itu seperti gigi sisir. Selama kaum muslimin mengamalkan persaudaraan, naiklah derajatanya menjadi umat manusia yang tinggi kodratnya. Bahkan bisa menjadi guru bagi seluruh dunia,” ungkap Fathul mengutip pak Kahar.
Tidak hanya pak Kahar, sejarah di UII juga berhasil merekam jejak teladan pak Sardjito. Diceritakan Fathul bahwa pak Sardjito merupakan pelebat manfaat. Di masa kepemimpinannya UII pertama kali membuka fakultas eksakta yakni fakultas teknik, kedokteran, farmasi, serta peternakan.
Di masa Pak Sardjito pula UII di buka di delapan kota dengan 22 fakultas. Semasa menjabat, sekalipun tidak pernah pak Sardjito menerima gaji dari UII. “Karena bagi beliau memberi akan membuat kita kaya,” jelas Fathul mengutip pak Sardjito.
Mewakili keluarga besar pak Kahar, salah satu cicit dari pak Kahar dalam sambutannya, menyampaikan ungkapan terima kasih atas pengusulan pak Kahar sebagai pahlawan nasional, serta apresiasi atas diselenggarakannya seminar.
“Kami atas nama keluarga pak kahar mudzakir, kami menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, penghargaan, serta apresiasi yang setinggi-tingginya, atas diselenggarakannya acara tasyakkuran berkenaan dengan penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada ayahanda kami. Juga terima kasih atas pengusulan ayahanda kami sebagai pahlawan nasional,” ujar drg. M. Salim Hamdi, M.Kes. salah satu keluarga pak Kahar.
“Keempat marilah kita mengisi kemerdekaan negara kita dengan mencontoh ayahanda kami, pertama mengenai jiwa perjuangan yang penuh keikhlasana dan sifat kesederhanaan dan kejujuran,” tambahnya.
Demikian pula dengan apa yang disampaikan oleh keluarga pak Sardjito. Senada, mereka mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih terutama kepada pihak yang telah mengusulkan pak Sardjito sebagai pahlawan nasional.
“ijinkan kami menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada Universitas Islam Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan UGM telah berjerih payah selama bertahun-tahun. Sehingga pemerintah meganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada pak Sardjito,” tegas keluarga pak Sardjito. (D/RS)