Mendesain Pendidikan Arsitektur Yang Berkelanjutan

Program Studi (Prodi) Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Seminar Karya dan Pameran Arsitektur for Indonesia (Sakapari) yang ke-9. Kegiatan yang berlangsung pada Sabtu (5/3) secara daring itu diikuti 108 peserta. Tujuannya untuk menumbuhkan kemampuan mahasiswa di bidang arsitektur, khususnya pada arsitektur berkelanjutan dan urbanisme.

Prof. Noor Cholis Idham, S.T., M.Arch., Ph.D. selaku Ketua Prodi Arsitektur UII dalam sambutannya mengatakan, “Sejalan berkembangnya teknologi, kita harus memanfaatkan dunia komputasi ini, elemen-elemen atau metode-metode desain”.

Ia menambahkan komputasi dalam dunia arsitektur merupakan suatu kelaziman, sehingga wajib untuk menggunakannya, baik sebagai alat atau sebagai metode untuk meneliti sekaligus mendesain. Menguatnya isu keberlanjutan telah membuat bidang teknik, sosial, ekonomi juga harus diintegrasikan dalam desain arsitektur. Oleh karenanya, Smart Architecture akan segera disampaikan untuk segala kepentingan.

“Teman-teman mahasiswa, kita tidak cukup hanya menggunakan aplikasi komputer saja, tapi bagaimana cara mendesain agar otomatisasi arsitektur segera bisa diwujudkan,” imbuh Noor Cholis.

Sementara itu, Fajar Ikhwan Harmono, ST., MT., IAI. sebagai pembicara mengangkat tema “Desain Keberlanjutan melalui Praktik Computational Design.” Ia menegaskan sebenarnya Indonesia punya potensi besar sebagai negara berkembang, karena banyaknya pengrajin yang mempunyai skills yang tidak dimiliki para arsitek.

Fase digitalisasi arsitektur sudah mengarah ke arah describe system. “Lingkungan akan bergerak ke arah sesuatu yang sifatnya berpisah tapi saling berkaitan, tidak masing-masing punya kelompok sendiri,” tutur Fajar.

Saat ini era tentang kurva linier sudah bergeser ke arah segmentasi. Padahal praktek di lapangan, kurva ini akan dihitung secara nasional. Maka dari itu, kedepannya describe system akan berpengaruh pada design thinking.

Sedangkan Syarifah Ismailiyah Al Athas, ST., M.T., GP. sebagai narasumber kedua, menyampaikan tentang “Design Computation in Architectural Education: Challenge and Innovation.” Menurutnya, tidak mungkin manusia bisa mempelajari suatu benda, tanpa melihat apa yang berkelindan dalam suatu pembahasan tersebut. Maka dari itu, perlu  memperhatikan hal-hal yang kecil, jauh, sedikit, tapi tampaknya akan menjadi trend dan akan dibahas dalam poin keberlanjutan.

“Dan sekarang yang menjadi sangat elaboratif adalah computer vision, bagaimana visualisasi komputer itu bisa dimanfaatkan untuk banyak hal, bukan hanya untuk arsitektural saja tetapi dalam desain yang lain, misalnya penggunaan marketplace dan lain-lain,” tutur Syarifah.

Narasumber terakhir, Yullya Pratiwi, S.T., M.Eng, IAP. menyampaikan perbedaan bangunanan, kawasan, dan kota. Bangunan merupakan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya sebagai tempat manusia melakukan kegiatan. Kawasan merupakan daerah tertentu yang mempunyai ciri tertentu. Sedangkan kota adalah permukiman berkepadatan penduduk tinggi, bersifat non-agraris.

Ia juga menjelaskan tentang urban design, hubungan design computation dengan perancangan kota, peran desain computation dalam perancangan kota berkelanjutan, alat dalam perancangan serta menjelaskan SIG dalam urban design. (LMF/ESP)