Menciptakan Perspektif Baru Tentang Pendidikan

Melalui Podcast, Aufanida Ingin Mensyiarkan Ramadan

Seorang manusia harus mampu adaptif terhadap semua hal, tak terkecuali tentang pendidikan. Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia mengubah hampir seluruh sistem yang ada. Transisi dari proses belajar tatap muka menjadi virtual menuntut manusia untuk lebih melek terhadap teknologi, tak hanya pelajar namun juga pengajar.

“Proses belajar virtual adalah yang dulu para pengajar merancang untuk masa depan. Namun, tak pernah ada yang menyangka jika hal ini harus terjadi serentak di seluruh dunia dengan tiba-tiba,” kata Fauzan Al-Rasyid seorang Rusia Beyond and Education Influencer pada acara International Conference Labma Scientific Fair 2021 pada Sabtu (16/10).

Fauzan menekankan bahwa proses edukasi bukan lagi pasif mendengarkan guru namun sudah berubah menjadi self-directed learning yang lebih mandiri. Seorang pembelajar mandiri mulai terbiasa belajar melalui kelas daring atau webinar, utamanya adalah saat pembelajaran secara daring.

“Transisi ini juga merupakan tantangan baru bagi para pengajar yang mau tidak mau harus melek teknologi,” ujarnya.

Fauzan menjelaskan jika para pengajar harus mampu membuat atau merancang media belajar yang interaktif dan komunikatif. Proses belajar yang tidak melakukan interaksi secara langsung menurunkan aktivitas bersosial antar pelajar.

“Tahun 2020 sekolah tutup, kegiatan belajar dilakukan dari rumah terbatas pada materi wajib. Kegiatan ekstrakurikuler hampir tidak ada yang jalan,” jelasnya.

Sebagai seorang pengajar Fauzan merasakan banyak hal positif yang dirasakan selama hampir dua tahun ini. Saat ini kita tidak lagi mengandalkan materi yang dipaparkan oleh guru atau dosen. Kegiatan kreatif dan inovatif pengadaan charity, webinar, kesenian terus berjalan di tengah kondisi pandemi. “Belajar kini bisa kita lakukan melalui sosial media seperti instagram, youtube, tiktok, dan banyak lainnya,” katanya.

Fauzan mengatakan, jika hal ini sebetulnya adalah hal yang dulu kita semua impikan. Akses belajar yang lebih murah dan mudah dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Tapi, tak menutup kemungkinan timbul rasa jenuh dan bosan. “Jika dulu kita stres bertemu teman, makan bareng stres itu hilang. Tapi, kini hal tersebut tidak bisa dilakukan lagi,” ujarnya.

Fauzan juga membahas mengenai kesadaran akan pentingnya pendidikan. Menurutnya sosok yang gagal sekolah namun sukses seperti Mark Zuckerberg, yang dropout dari Harvard lalu sukses membangun facebook. Namun, mereka lupa jika hal itu terjadi adalah satu banding jutaan.

“Harusnya orang yang berpendidikan juga meng-influence, menunjukkan jika kalian berpendidikan dan memiliki hal yang bisa menginspirasi orang lain,” katanya.

Menurut Fauzan kini seorang pelajar atau mahasiswa lebih menyukai role model influencer yang kategori entertain. Hal tersebut justru meng-influence penonton bagaimana memiliki tampilan fisik semenarik mungkin, bukan pada pentingnya pendidikan. (UAH/RS)