Mencari Keadilan di Pengadilan Pajak
Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Fakultas Hukum (FH) UII menyelenggarakan talkshow bertemakan “Mencari Keadilan di Pengadilan Pajak” pada Jumat-Sabtu (29-30/01/21) secara daring. Pembicara yang hadir di antaranya, Siti Rahma Novikasari, M.H. (Dosen Hukum Pajak FH UII), Drs. Djoko Joewono Hariadi, M.Si. (Hakim Pengadilan Pajak dan Akademisi), Hersona Bangun, C.A., M.AK. (Advokat, Konsultan Pajak, Pengajar Brevet Pajak UGM), Drs. Adi Poernomo (Mantan Hakim Pengadilan Pajak), dan Annas Setyawan (Direktorat Jenderal Pajak Kanwil DIY).
Siti Rahma Novikasari memaparkan bahwa pajak telah diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dan telah tercantum dalam konstitusi Pasal 23A UUD 1945. Menurutnya pajak bersifat memaksa, yakni suatu perbuatan yang wajib dibayarkan oleh masyarakat. Pelaksanaan pajak mengandung dua prinsip, yakni prinsip legalitas dan representasi.
Ia juga mengutip pendapat Adam Smith yang disebut The Four Maxime. Pajak hendaknya mencerminkan empat hal, yakni equality (keadilan), certainty (kejelasan), convenience of payment (pemungutannya pada waktu-waktu yang terbaik/tepat), dan efficiency (efesien, pemungutannya tidak melebihi dari pendapatannya). Pemungutan pajak tidak merugikan masyarakat dan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan tujuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Djoko Joewono Hariadi menyampaikan bahwa dalam hal terjadi sengketa pajak, setidaknya ada tiga langkah administratif yang dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu : 1) Ketentuan Pasal 25 UU KUP menyatakan Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak, 2) Ketentuan Pasal 36 UU KUP menyatakan Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, 3) Upaya administratif lainnya yang telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan Perpajakan/Peraturan Daerah yang bersangkutan.
Apabila tiga ketentuan ini tidak menghasilkan keputusan yang diharapkan, wajib pajak tetap dapat mengajukan permohonan banding sesuai ketentuan Pasal 27 UU KUP. “Sengketa pajak perlu diselesaikan dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, sederhana, dan dapat memberikan kepastian hukum. Hal ini penting dilakukan untuk senantiasa menyelamatkan uang masyarakat serta menegakkan keadilan bagi masyarakat”, ungkapnya.
Sedangkan Annas Setyawan dalam kesempatannya menanggapi pemberitaan “Tarik Pajak untuk Penjualan Pulsa dan Token Listrik” dan kemudian membedah 2 kasus pajak yakni terkait Sengketa Pajak Pemungutan PPN atas Jasa Kecantikan dan Sengketa Pajak Penetapan Kurang Bayar PPnBM atas Furniture.
Ia berpendapat UU Pajak bersifat dinamis mengikuti perkembangan masyarakat. “Dengan demikian masyarakat harus selalu mengikuti perubahan-perubahan atas peraturan perundang-undangan yang ada serta tidak lupa untuk membayar wajib pajak agar dapat menghindari sengketa pajak di Pengadilan Pajak”, imbuhnya.
Hersona Bangun menutup acara dengan memberikan tips mahasiswa Fakultas Hukum yang memiliki minat di bidang perpajakan dapat belajar pajak secara intensif. Mahasiswa Fakultas Hukum yang telah memiliki background hukum dapat bekerja di bidang perpajakan karena hukum itu mendasari semuanya. “Pengacara di bidang pajak sangat diperlukan dalam pasar sekarang ini”, pungkasnya. (FHC/EDN/ESP)