Menatap Tantangan Perekonomian Indonesia Pasca Pemilu 2019
Gelaran pemilihan umum telah usai dilaksanakan. Kini Indonesia menatap tantangan ekonomi yang kian kompleks. Tantangan tersebut perlu dirumuskan oleh para pemimpin hasil pemilu agar Indonesia tidak terjerembab krisis. Hal inilah yang mendorong Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII) bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) cabang Yogyakarta menyelenggarakan seminar bertemakan “Perekonomian Indonesia Pasca Pemilihan Presiden 2019: Prospek dan Tantangan”. Bertempat di Gedung Prof. Dr. Ace Partadiredja FE UII pada Kamis (18/04), seminar tersebut merupakan bagian dari perayaan milad UII ke-76.
Eko Suwardi, M.Sc, Ph.D selaku Ketua ISEI Cabang Yogyakarta dalam sambutannya menjelaskan apa saja yang mendukung perekonomian Indonesia. “Bapak ibu guru besar ekonomi, para pelaku usaha, demikian juga Bank Indonesia dalam mengendalikan moneter, tetapi kalau konteks di mana perekonomian berjalan, dalam konteks ini politik, pemerintahan, kelembagaan tidak mendukung, maka ekonomi tidak bisa apa-apa.” Jelasnya.
Sementara, Sri Fitrianti selaku Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY membahas mengenai ekonomi makro dan optimalisasi kinerja subsektor unggulan berupa industri kreatif. “Kantor Perwakilan Bank Indonesia telah melakukan sejumlah penelitian untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkesinambungan diantaranya Growth Strategy DIY yang menghasilkan perlunya optimalisasi kinerja subsektor unggulan di DIY yaitu industri tekstil dan produk turunan (TPT), mebel, dan kerajinan kayu serta jasa pariwisata.” Tuturnya.
Menurut Sri, struktur perekonomian DIY masih belum solid karna masih bertopang ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Ia berpendapat bahwa dibutuhkan optimalisasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baik yang sudah eksis maupun yang baru guna menjaga pertumbuhan.
Pada sesi selanjutnya, Prof Lincolin Arsyad, Ph.D menyampaikan bahwa perekonomian Indonesia telah mengalami transformasi menjadi ekonomi jasa. “Pada tahun 2012, kontribusi sektor jasa sudah lebih dari 50% pada PDB. Salah satu implikasinya yaitu pada meningkatnya kebutuhan akan tenaga kerja terdidik dan terampil atau sering juga disebut sebagai modal insani.” Ucap Penasehat ISEI Cabang Yogyakarta tersebut.
“Peningkatan kualitas modal insani tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu, dimasa yang akan datang, investasi di bidang sumber daya manusia ini harus diprioritaskan.” Lanjutnya.
Robby Kusumahatra selaku Pengusaha dan Penasehat Kadin DIY melanjutkan seminar tersebut dengan menyatakan bahwa menurunnya konsumsi masyarakat dan fenomena pertumbuhan bisnis daring (e-commerce) telah mengakibatkan bisnis ritel domestik berguguran. “Usaha mikro perlu mendapatkan perlindungan dari arus deras digitalisasi khususnya tata niaga. Oleh sebab itu, tanpa maksud membatasi proses modernisasi ritel dengan internet di usaha mikro perlu diperhatikan secara cermat terkait dengan regulasi di cross border gateway.” Ujarnya.
Prof. Dr. Edy Suwandi Hamid, M.Ec menutup seminar tersebut dengan menyampaikan bahwa secara makro, situasi ekonomi yang dihadapi pemerintah baru tidak mudah. “Seperti yang sudah dialami beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi yang hanya pada kisaran 5% dan realisasi selalu di bawah target APBN, tentu tidak mudah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi besar lima tahun kedepan, termasuk kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan.” Tuturnya. (NIQ/ESP)