Memulai Investasi Sejak Dini
Sebelum terjun ke dunia saham, ada baiknya kita semua untuk mempelajari risiko yang ada dari hal tersebut. Ketika memang masih ditemukan keraguan untuk bermain saham, ada baiknya untuk lebih mengumpulkan banyak informasi terlebih dahulu. Lalu ketika sudah memutuskan untuk masuk ke sana (baca: dunia saham), kesampingkan lah sesuatu yang dapat membuat overthinking.
“Registrasi aja dulu, ga usah bandingin dengan punya teman.” Hal tersebut disampaikan Raissa Shofi Amani yang merupakan Founder Investasi Sejak Dini dalam rangkaian acara Teach and Give pada Minggu (28/3) oleh Entrepreneur Community Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII.
Di dalam saham sendiri terdapat istilah high risk, high return. Istilah ini merupakan salah satu alasan mengapa kita harus melakukan investasi. Menurut Raissa dengan kita melakukan investasi, kita bisa mendapatkan return yang menjadi peluang untuk melawan inflasi. Akan tetapi, yang perlu menjadi bahan pertimbangan adalah saham yang juga mempunyai kecenderungan risiko yang tinggi.
Selain risiko yang tinggi ada pula saham yang sifatnya tidak likuid. “Jangan sampai teman-teman memilih saham gorengan tanpa pengetahuan yang mumpuni,” himbaunya. Ketika memutuskan untuk membeli saham yang tidak likuid, maka dapat dipastikan untuk keluar atau menjual ulang saham itu begitu susah, “karena itu tidak memiliki minat yang banyak,” tandasnya.
Lebih lanjut, Raissa memaparkan metode pembelian saham. Metode yang pertama adalah dengan melihat momentum, pada metode ini dipaparkan untuk menunggu waktu yang tepat ketika ingin membeli saham. Waktu tersebut biasanya dapat dilakukan ketika terjadi diskon dari emiten saham tertentu. Metode selanjutnya adalah lum sump yang mana metode ini merupakan metode beli borongan. “Kalau misal teman-teman punya dana besar, itu dapat digunakan untuk membeli saham banyak sekaligus,” ucap Raissa.
Dalam presentasinya, Raissa juga memberikan nasihat kepada para calon investor saham pemula. Calon investor pemula dinilainya jangan malas untuk belajar investasi saham. Padahal menurutnya, untuk belajar dapat melalui media manapun. Yang menjadi problematika selanjutnya adalah risiko yang ada ketika memulai saham tapi enggan untuk belajar. Kecenderungan untuk kehilangan uang tentu akan lebih besar. Untuk itu disarankan untuk tidak menggunakan uang panas atau uang pokok seperti uang pembayaran SPP, pembayaran kontrakan, dan yang lainnya.
Mengetahui apa yang ingin dilakukan dan dikonsumsi untuk saham juga menjadi poin perhatian. Cara yang tepat untuk mengetahui itu adalah dengan melakukan analisa secara individu. Dengan mengetahui hal tersebut kita dengan mudah dapat memetakan saham apa dan seperti apa tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan juga dinilai juga menjadi penting ketika ingin memulai saham. “Tentuin dulu mau ke mana,” singkatnya. Setelah menentukan tujuan yang pas dan cocok maka alangkah baiknya untuk memiliki produk investasi. Produk investasi dianalogikan sebagai kendaraan yang akan membawa para investor untuk sampai di tempat tujuan.
Memilih sembarangan saham dan tidak mempunyai tujuan jelas merupakan perilaku yang kurang bijak dari kacamata Raissa. “Tidak mungkin ketika kita ingin berangkat ke suatu tempat, tapi yang memilih tiket dan tujuannya orang lain, padahal yang berangkat adalah diri kita sendiri,” tegasnya.
Selain itu, gaya hidup mahasiswa era kini cenderung tidak logis. Seringkali juga menurutnya generasi millenial itu melakukan impulsive buying. Era kini juga mahasiswa dinilainya banyak yang bergaya dengan mewah akan tetapi memiliki budget yang pas-pasan. Timbang melakukan tindakan hedonisme, Raissa justru menyarankan untuk mahasiswa agar melakukan investasi terlebih dahulu. Setelah melakukan investasi di depan, lalu dianjurkan untuk belanja apapun. “Bergayalah sesuai isi dompet kalian saja,” tutupnya. (KR/RS)