Memetik Hikmah di Balik Gempa Bumi Palu dan Donggala
Bencana Gempa dan Tsunami yang terjadi di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018 telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan 800 orang lebih meninggal dunia. Data tersebut kemungkinan masih berubah, karena kondisi lapangan yang dinamis dan evakuasi korban masih berjalan. Mayoritas kerusakan terjadi pada bangunan rumah tinggal warga dan beberapa bangunan lain, seperti hotel dan tempat ibadah. Selain itu, proses pengkajian juga terus dilakukan untuk mengumpulkan data yang lebih akurat guna penanganan lebih lanjut.
Topik tersebut sebagaimana tergambar dalam acara Jumpa Pers Humas Universitas Islam Indonesia dengan beberapa wartawan tentang Gempa dan Tsunami Wilayah Donggala dan Palu serta Hasil Kajian Wilayah DIY, pada Kamis (04/10) bertempat di Ruang Sidang VIP Lantai 3, Gedung Rektorat GBPH Prabuningrat Kampus Terpadu UII.
Guru Besar Rekayasa Gempa dan Dinamika Struktur FTSP UII, Prof. Ir. Sarwidi, MSCE., Ph.D., menyampaikan bahwa wilayah Palu dan Donggala memiliki sismistas yang tinggi terhadap bencana gempa dan tsunami.
“Terdapat bekas jejak kejadian tsunami dan kerusakan bangunan oleh gempa serta kerusakan tanah sebelumnya di beberapa tempat, serta terdapat goncangan kuat, tanah bergerak, likuifaksi, dan tsunami yang terjadi secara bersamaan di daerah tersebut”, tuturnya.
Lebih lanjut Prof. Sarwidi menyatakan bahwa bencana tidak akan menunggu kita siap, tetapi kita bisa mempersiapkan untuk mengantisipasi bencana.
“Antisipasi yang dapat dilakukan selanjutnya ialah, menggali sebanyak mungkin data sesar aktif potensi sumber gempa, mengurangi kerentanan bangunan di wilayah rawan gempa, serta menyadarkan masyarakat dengan melakukan simulasi darurat bencana”, ungkapnya.
Sementara Wakil Rektor III Universitas Gunung Kidul, Limpat Wibowo, ST., MT., menyampaikan bahwa diperlukan upaya identifikasi jalur dan tempat evakuasi tsunami pada objek-objek wisata pantai di DIY, khususnya di Kabupaten Gunung Kidul.
“Terdapat beberapa wisata pantai di DIY dengan ribuan bahkan jutaan pengunjung setiap tahunnya dengan potensi korban sangat besar jika terjadi tsunami, sehingga diperlukan kebijakan pengurangan resiko terhadap bencana tersebut”, pungkas alumni Program Magister Teknik Sipil UII tersebut. (IH/ESP)