Membudayakan Baca Buku, Bukan Pajang Buku
Budaya literasi di Indonesia masih terbilang rendah. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya minat dan kebiasaan membaca masyarakat. Keadaan ini seperti disampaikan Moch Awam Prakoso, penggerak literasi dan founder kampung dongeng Indonesia. Pria peraih KPAI Awards 2008 serta rekor MURI 2003 ini menjadi pembicara dalam workshop literasi Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII dengan tema Boost Your Reading Quality: Pandemi gini pengen ngasah skill ah! Pengen banyakin bacaan kok susah ya. Acara tersebut diadakan secara daring.
Awam Prakoso menyampaikan, mencintai buku hendaknya diawali dengan menjadikannya sebagai sahabat. “Untuk hal itu kita harus tanyakan pada diri sendiri, mengapa dia bisa menjadi sahabat?. Demikian pula dengan buku, dengan mencari buku yang kita suka agar dekat dengan buku”, ujarnya mengawali.
Ia mnegaku meski di rumahnya terdapat ribuan buku, namun yang benar-benar ia sukai hanya buku tertentu. Jika buku sudah menjadi sahabat maka ia akan menjadi teman perjalanan. Jadi baginya teman dan buku adalah sama.
Selanjutnya, ia membagikan tips bagaimana agar keluarga mencintai buku. “Strategi gemar membaca di keluarga saya bangun melalui budaya gerakan membaca di rumah. Misalnya dengan menjadwalkan membaca oleh saya kemudian besok istri saya, selanjutnya anak saya dan terus bergulir membacakan buku setiap harinya. Jadikan buku sebagai teman istirahat, sesuatu yang jarang dilakukan namun jika lelahnya digunakan untuk membaca artinya budaya literasi sudah melekat pada dirinya. Baca buku bukan pajang buku”, tuturnya.
Menurutnya, model pembelajaran literasi yang baik meliputi literasi budaya dan kewarganegaraan. Literasi baca tulis sebaiknya difokuskan pada bagaimana budaya baca dapat menjadi minat. Setiap manusia memiliki cara belajar yang berbeda-beda, ada visual atau lebih suka buku dengan gambar, auditori membaca dengan cara mendengar, serta kinestetik dan lainnya.
Adapun literasi sains yaitu keterampilan memahami fenomena alam, literasi finansial, serta literasi numerasi yaitu membaca dengan cara melihat simbol, angka, grafik, dan lainnya.
Ketika budaya literasi telah terbangun, maka membaca pertama kali adalah kebutuhan diri sendiri. Selanjutnya buku dibaca ulang sebagai kebutuhan berbagi pada orang lain. “Dengan mengulang-ulang membaca, kita tidak perlu membawa buku lagi ketika bercerita”, pungkasnya. (FNJ/ESP)