Membuat Perusahaan dan Organisasi Menjadi Hebat
Perusahaan atau organisasi ketika merasa dirinya sudah baik justru hal ini akan menjadikannya jauh dari hebat. Lantas pertanyaannnya bagaimana agar organisasi atau perusahaan menjadi hebat. Hal ini mengemuka dan menjadi topik bahasan pada webinar Reengineering your Business Process yang diselenggarakan oleh Kelompok Keahlian Manajemen Industri Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (UII) pada Sabtu (27/6).
Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. dalam sambutannya mengemukakan paling tidak ada tiga hal yang harus disiapkan untuk menjadi sebuah perusahaan yang hebat yakni orang, pemikiran, dan tindakan yang disiplin. “Aspek orang yang disiplin adalah mendahulukan siapa bukan apa, jadi mencari orang yang tepat baru kemudian rumuskan strategi,” terangnya.
Aspek dari disiplin pemikiran sebagaimana dijelaskan Fathul Wahid merupakan keberanian menghadapi fakta yang nantinya akan memotivasi untuk membuat perubahan, karena terkadang juga fakta di lapangan tidak sesuai apa yang diinginkan. Sedangkan aspek dari disiplin tindakan adalah menggunakan teknologi sebagai pempercepat ide-ide yang dirumuskan.
Fathul Wahid menambahkan, teknologi informasi saat ini diperlukan desain ulang karena bukan hanya untuk sekedar otomatisasi. Menurutnya jangan sampai terjebak dalam penggunaan teknologi, tidak hanya digunakan untuk otomatisasi, melainkan juga bagaimana menginovasi ulang dengan mendesain ulang semuanya agar yang dikerjakan dapat lebih cepat dan lebih mudah serta minim kesalahan.
Finance & Human Capital Director PT Pos Logistik Indonesia, Dr. Zaroni, CISCP, CFMP. mengatakan bangkit dan jatuh adalah dinamika kehidupan manusia. Ibarat mengayuh sepeda kadang di atas dan kadang di bawah. Menurutnya, saat ini momen yang tepat bagi perusahaan merekayasa ulang bisnis yang dilakukan agar tetap bertahan dan tidak hancur di tengah pandemi Covid-19.
Pemateri pertama, Yuli Agusti Rochman, S.T, M.Eng. dalam paparannya memberikan sharing ide berkaitan dengan business model, bagaimana memanfaatkan system thinking agar dapat menempatkan diri lebih nyaman dengan tidak tergagap. System thinking adalah suatu disiplin untuk melihat sesuatu secara keseluruhan bukan secara parsial, bertujuan untuk mempelajari pola perubahan (dinamika) bukan statis serta untuk memahami kesalingterkaitan di antara banyak elemen dalam sistem yang didefinisikan.
Yuli Agusti Rochman menyebutkan sub sistemnya kondisi berupa customer revolusi industry dan skill, mindset dan thingking berupa growth mindset, system thinking, systematic thinking, metodologi berupa desain thingking, new product, PDCA, dan business proses reengineering. Untuk merespon apa yang terjadi di lingkungan diawali dengan melihat dan mencermati, kemudian dilanjutkan ke sistem thinking dan growth mindset, dan mengarah pada metodologi untuk menyelesaikannya.
Pemateri berikutnya, Winda Nur Cahyo, S.T., M.T., Ph.D. menyampaikan tentang Isu-isu global di lingkungan bisnis di tahun 2020. Dikatakan terdapat isu the great reset, yakni meriset ulang tatanan yang ada. The great reset adalah cara baru untuk keberlangsungan hidup di tengah adanya crash ekonomi yang menyebabkan pola ekonomi berubah. Ketika ada crash institusi mulai break down, cut spending, dan inovasi baru yang diterjemahkan menjadi teknologi baru kemudian munculah new society.
Dikatakan Winda Nur Cahyo, Covid-19 menyebabkan beberapa bisnis mulai collapse dan muncul crash condition. Terdapat sebuah pola yang kedepannya akan ada sebuah teknologi baru dikembangkan yang mempengaruhi cara hidup dalam masyarakat. Pertanyaannya adalah sudahkah kita siap dengan great reset? Hal ini menjadi tantangan bagi semua terlebih di Indonesia masih menghadapi Pandemi Covid-19.
Hal yang bisa dilakukan adalah dengan mengimplementasikan BPR (Business Process Reengineering) atau proses mendesain ulang. Merekayasa ulang sebuah bisnis yang sistematis bukan hanya memperbaiki, tetapi mendesain ulang agar ada perubahan yang terjadi secara dramatis. Baik dari segi biaya, produksi, dan lain sebagianya dengan mentransformasi semua aspek yang ada.
Sementara pemateri ketiga, Dr. Taufiq Immawan, S.T., M.M. menyampaikan aspek yang mendrive BPR, di antaranya adalah high cost structure compare to competition, lead time, life cycle costing, reduce significant risk, vision to be number 1, regulation change, other external change. Ia memaparkan fase-fase yang harus dilakukan dalam BPR yakni understanding, initiating, programing, transforming, implementing, dan evaluating. (HN/RS)