Membangun Karakter Melalui Budaya
Membangun karakter bagi mahasiswa sejatinya dapat dilakukan melalui beragam bidang, tidak terkecuali kebudayaan. Kemajuan teknologi yang semakin dinamis saat ini, telah membuat budaya sebagai warisan yang patut dilestarikan rentan terdegradasi.
Universitas Islam Indonesia (UII) bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Dinas Kebudayaan Sleman menggelar Pagelaran Wayang Kulit dengan lakon Gatutkaca Winisuda, di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakir Kampus Terpadu UII, Kamis (19/12).
Rektor UII, Fathul Wahid PhD. mengemukakan bahwa kegiatan ini selain sebagai pembangunan karakter bagi mahasiswa, juga dimaksudkan sebagai salah satu langkah UII dalam melestarikan kebudayaan.
“Membangun karakter mahasiswa dapat dilakukan melalui beragam kanal. Kanal budaya ini, melengkapi kanal yang telah dilakukan UII. Selain itu, gelaran ini juga sebagai upaya untuk melestarikan budaya,” jelasnya.
Penghargaan, juga ucapan terima kasih diutarakan Fathul Wahid kepada berbagai pihak yang turut andil dalam penyelenggaraan acara. Di antaranya yakni Dinas Kebudayaan DIY, Dinas Kebudayaan Sleman, serta Danais sebagai donatur kegiatan.
“Kami sampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah terlibat langsung dalam penyelenggaraan. Dinas Kebudayaan DIY, Dinas Kebudayaan Sleman, dan juga Danais yang membiayai penyelenggaraan ini,” ujarnya.
Kepala Dinas Kebudayaan Sleman Hy. Aji Wulantara., S.H., M.Hum., dalam sambutannyaengucapkan trimakasih kepada UII yang telah berperan serta dalam menjaga dan melestarikan budaya, sebagai bagian dari salah satu visi Pemerintah Daerah Sleman.
“Visi tersebut yakni Terwujudnya Masyarakat Sleman yang Lebih Sejahtera, Mandiri, Berbudaya, dan Terintegrasiny sistem E-Government menuju smart regency (Kabupaten Cerdas) pada tahun 2021,” jelasnya.
Diungkapkan Aji Wulantara salah satu contoh masyarakat yang berbudaya adalah sebagaimana dicontohkan Rektor UII dan jajarannya. Tidak perlu secara teori masyarakat berbudaya itu seperti apa, kampus UII telah memberikan contoh bagaimana masyarakat berbudaya itu.
“Bagaimana candi kimpulan dijaga dan dirawat, bagaimana mahasiswa UII punya keinginan untuk merawat budaya dengan hadir di acara ini,” paparnya.
Aji Wulantara menambahkan bahwa penampilan wayang yang berpadu dengan suara gamelan, juga sangat akrab dengan nilai-nilai kehidupan. Menurutnya di dalam gamelan menyimpan dinamika kehidupan.
Menurut Aji Wulantara jika melihat peralatan wayang ada gamelan dan segala macam peralatan lainnya, ini sebenarnya menggambarkan dinamika kehidupan kita. Dinamika yang digambarkan gamelan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari yaitu jika kita lihat dari bunyi nya.
“Bunyi neng atau meneng menggambarkan bagaiamana agar kita lebih mawas diri, menjaga diri kita. Ning wening bagaimana pikiran kita bisa tercerahkan. Ketika pikiran kita cerah maka kita akan nung atau gunung, dengan ini kita akan bebas melihat kemana-mana, bebas melangkah kemana saja. Sehingga menjadi nang artinya menang, apa yang kita cita-citakan telah tercapai, terlaksana sesuai dengan harapan, dan gong artinya selamat, demikian dinamika kehidupan yang dicontohkan gamelan,” jelas Aji Wulantara.
Wayang Dibawakan Dalang Cilik
Pagelaran Wayang dibawakan oleh Muhammad Zaki Kaditama, merupakan siswa kelas 2 SMP N1 Kalasan yang juga pernah mendulang beberapa penghargaan sebagai dalang. Seperti juara satu dalang tingkat Sleman, tingkat DIY, dan juara Dalang tingkat Nasional. Bagi Zaki kecintaannya terhadap wayang bermula sejak kecil. Saat itu ayahnya sering membelikannya mainan berupa wayang.
“Sejak kecil sama bapak sering minta mainan, tapi dibeliin mainan wayang, makanya sampai sekarang jadi suka wayang,” ujarnya.
Tidak hanya sebuah pementasan, dan prestasi yang kerap ia raih. Wayang menurut Zaki, juga padat dengan tiga hal yaitu tontonan, tatanan, dan tuntunan. “Hal yang istimewa dari wayang adalah di dalamnya terdapat tiga hal yaitu tontonan, tatanan, dan tuntunan,” ujar Zaki.
Dua hal yang dapat dipetik dari cerita yang ditampilkannya adalah cerita bagaimana perjuangan seorang pemimpin yang merelakan kedua saudaranya untuk kesejahteraan rakyatnya.
“Nilai yang dapat kita ambil dari cerita ini yaitu bagaimana seorang pemimpin merelakan dua saudaranya meninggal untuk kesejahteraan rakyatnya, dan juga menjadi pemimpin yang jujur dan bijaksana,” terang Zaki.