Memahami Riset dan Hipotesis
Secara umum, riset merupakan sebuah proses untuk menginvestigasi masalah, memperluas ilmu pengetahuan, mengeksplorasi teori yang didapat, menemukan dan menginvestigasi masalah hingga medapatkan solusi terhadap permasalahan yang terjadi. Dalam pengertian yang lebih spesiifk, riset dapat diartikan sebagai sebuah aktivitias untuk menemukan dan memecahkan masalah serta bagaimana seorang peneliti mampu memperluas teori yang ia miliki.
Hal lain yang perlu digaris bawahi dari pelaksanaan riset dan menjadi pembeda dengan aktivitas studi lainnya adalah bagaimana riset mampu menghasilkan sebuah solusi terhadap permasalahan yang terjadi. Sebagai contohnya meneliti seberapa jauh seekor kelinci melompat, tidak serta merta dikategorikan sebagai riset karena hanya dilakukan proses observasi tanpa memberikan sebuah solusi terhadap suatu masalah.
Hal ini disampaikan Cihad Gunduz, M.A., Tesol salah satu akademisi dari Dicle University, Turki dalam acara Supporting Lecture Series for International Program Studies, pada Sabtu (3/4). Cihad juga menyampaikan bahwa riset merupakan sebuah proses sederhana yang dilakukan untuk mencapai sebuah solusi dari permasalahan yang kerap terjadi. Proses tersebut harus melewati tahapan perencanaan dan pengumpulan data yang sistematis. Kemudian, dilanjutkan dengan analisist dan interpretasi data.
Cihad juga menekankan bahwa terdapat beberapa perbedaan dalam pelaksanaan riset yang perlu dipahami oleh setiap peneliti. Seperti riset yang bersifat dekriptif dan analitik (Descriptive and analytical) harus dilakukan dengan cara menentukan dan menjelaskan permaslaahan yang terjadi. Selanjutnya riset kuantitatif dan kualitatif merupakan penelitian yang berlandaskan pada tolak ukur angka dan pengalaman sampel dalam riset tersebut. Selanjutnya, untuk riset yang bersifat konseptual dan empirikal (conceptual and empirical) harus mampu menonjolkan ide-ide abstrak yang berlandaskan pada eksperimen dan observasi yang dilakukan.
Jenis terakhir dari riset adalah yang bersifat terapan dan dasar (applied and basic) yang menitik beratkan kepada praktek ilmu pengetahuan dan informasi terhadap penerapannya yang lebih luas. Kedua penelitian ini juga memiliki karakteristik tersendiri yang menjadi pembeda satu dengan lainnya. Basic Research berlandaskan pada riset yang mengedepankan keingin tahuan terhadap sesuaut yang belum diketahui. Riset memiliki peran kunci dalam semua inovasi yang hendak dicapai. Hal ini berbeda dengan applied science yang fokus pada teknologi dan teknik dalam pelaksanaan riset yang mencoba untuk mengembangkan ide penelitian melalui 2 aspek.
Selain itu, seorang peneliti (Researcher) harus mampu mempertahankan kode etik riset yang selalu bersifat netral, melewati proses yang terkontrol dan memiliki tujuan akhir untuk dibagikan kepada khalayak umum agar bisa merasakan manfaat dari riset tersebut. Seorang peneliti juga harus mampu selalu membuka pikiran dan mencari informasi terhadap sebuah fenomena baru yang bisa dijadikan bahan penelitian. “Kemampuan untuk berpikir kritis dan skeptis. harus dimiliki dalam pelaksanaan riset walaupun riset sendiri tidak hanya bertujuan untuk mengkritik,” ujar Cihad.
Cihad juga menekankan kepada setiap penelitis untuk membuat hipotesis sebaik mungkin karena kehadiran hipotesis memegang peran penting dalam kelancaran sebuah penelitian karena hipotesis merupakan bahan uji terhadap penelitian tersebut. Sehingga hipotesis harus berupa sebuah asumsi yang mampu dan mudah untuk diuji.
Untuk sampai pada hipotesis yang baik, menurut Cihad seorang peneliti harus melewati beberapa tahapan yakni Identifikasi masalah dalam riset, identifikasi cakupan riset, identifikasi pertanyaan hingga tujuan pelaksanaan riset tersebut. Hipotesis sendiri merupakan jawaban dari apa yang ingin dicapai oleh seorang peneliti. “sehingga perlu dipertimbangkan poin apakah yang perlu dicapai dari riset tersebut,” tandasnya. (AP/RS)