Mayoritas TPS di Tiga Pulau Terbesar Indonesia Tidak Berfungsi Optimal

Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (JSTL UII) bersama Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Yogyakarta menggelar webinar bertema pengelolaan sampah dari Yogyakarta untuk Indonesia pada Sabtu (26/11). Webinar daring ini didasari keprihatinan atas kondisi pengelolaan sampah di Indonesia. Menurut hasil studi Unilever Indonesia, bekerjasama dengan Sustainable Waste Indonesia (SWI) dan Indonesian Plastics Recyclers (IPR), diketahui bahwa proses daur ulang sampah masih belum maksimal dan merata.

“Sampah bisa diolah menjadi sesuatu yang sangat berguna,” ucap Prof. Mahfud Sholihin, SE., M.Acc., Ph.D. selaku Ketua ICMI organisasi wilayah DIY. Ia tegas mengatakan bahwa semua lapisan masyarakat wajib menyemarakkan gerakan nasional bersih sampah. 

Hal tersebut ditanggapi oleh Dr. Eng. Awaluddin Nurmiyanto, S.T., M.Eng., “jika berbicara mengenai sampah, maka tidak bisa terlepas dari gaya hidup dan teknologi”, tuturnya. Ia menyoroti perilaku warga Jepang pada pertandingan piala dunia belum lama ini, “Para suporter Jepang melakukan bersih-bersih setelah menonton dan tentu cara tersebut sudah membudaya dan mendarah daging di Jepang,” tegasnya.

Selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan UII, ia sangat berharap di kesempatan lain mampu mengadakan webinar terkait pengelolaan lingkungan, khususnya sampah.

Materi pertama yang dibawakan oleh Dr. Hijrah Purnama Putra, S.T., M.Eng yang merupakan Ketua Jejaring Pengelolaan Sampah Mandiri (JPSM) Sleman sekaligus dosen Teknik Lingkungan UII, membahas tentang sektor semi formal dalam pengelolaan sampah. Ia menyebutkan konsep sektor sampah; sektor formal pada pemerintah, sektor informal pada individu serta sektor semi formal pada bank sampah, sedekah sampah dan sejenisnya.

“Diperlukan upaya integrasi ketiga sektor agar beban pengelolaan sampah menjadi lebih rendah, agar pengelolaan sampah lebih mudah,” tegasnya. Menurut data, dari 146 Tempat Pembuangan Sampah (TPS) 3R di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan hanya 12% yang berfungsi, 32% kurang berfungsi dan 41% tidak berfungsi, 15% berubah fungsi untuk peruntukan lainnya.

Serta dari 11.330 bank sampah hanya 37,18% atau 4.212 bank sampah yang aktif. “Maka dari data ini, peran bank sampah sangat diperlukan,” ungkapnya. Ada beberapa peran sektor semi formal (bank sampah), misalnya; (1) mengubah mindset masyarakat, dari tidak peduli menjadi peduli, (2) memberdayakan masyarakat, (3) meningkatkan ekonomi masyarakat, dan (4) menjaga lingkungan.

“PR kita bersama adalah untuk meningkatkan sektor semi formal, dalam rangka membantu pemerintah dan nilai plus nya untuk meningkatkan pemberdayaan dan nilai ekonomi masyarakat,” pungkasnya.

Hal yang sama juga disetujui oleh Dr. Bambang Suwerda, SST., M.Si yang merupakan penggagas bank sampah di Indonesia. “Banyaknya bank sampah yang belum aktif di Indonesia, itu menjadi perhatian kita semua,” tuturnya. Bank sampah lahir untuk membantu pemerintah mengurangi sampah di Indonesia. Jika mampu mengurangi sampah dengan optimal, lingkungan bersih, nyaman dan sehat akan tercipta.

Di akhir sesi materi ketiga yang disampaikan oleh Ir. Sri Bebassari, M.Si., sebagai Ketua Dewan Pembina Indonesia Solid Waste Association (InSWA) menegaskan kepada masyarakat bahwa sampah menjadi tanggung jawab. “Kebersihan itu investasi paling besar serta sampah menjadi tanggung jawab yang wajib ditegakkan,” ucapnya. Menurutnya, sampah bisa menjadi sumber daya, tetapi harus melalui beberapa proses.

Proses itu memiliki 5 aspek penting dalam pengelolaan sampah, di antaranya aspek peraturan, aspek kelembagaan, aspek pendanaan, aspek sosial budaya, dan aspek teknologi. “Jika kelima aspek berjalan dengan baik, sudah pasti pengelolaan sampah akan jadi lebih mudah,” pungkasnya. (LMF/ESP)