Masyarakat Bersatu Melawan Korupsi
Persoalan tindak pidana korupsi dan penegakan hukumnya telah menjadi polemik sejak lama. Hal tersebut tentunya tidak dapat dipisahkan dari dinamika politik sebuah kekuasaan. Sejarah menunjukkan bahwa korupsi telah ada sejak orde lama. Pelaku korupsi banyak berasal dari kalangan eksekutif.
Perilaku tersebut terus menjamur hingga pemerintahan orde baru bahkan era reformasi, yang semakin tersebar di berbagai lini, baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Oleh karenanya, korupsi merupakan musuh bersama yang patut untuk diperangi. Namun, upaya pemberantasannya harus tetap mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Topik tersebut sebagaimana tergambar dalam Seminar Nasional dengan tema “Mewujudkan Penegakan Hukum dan Penyelenggaraan Peradilan Tipikor Berprikemanusiaan dan Berkeadilan”. Acara yang diselenggarakan oleh Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII bekerjasama dengan Centre for Leadership and Legal Development Studies (CLDS), pada Sabtu (29/12) di Auditorium Yayasan Badan Wakaf UII, Jl. Cik Di Tiro No. 1, Yogyakarta.
Ketua Mahkamah Konstitusi RI Periode 2008-2013, Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, SH., SU., menyampaikan bahwa perilaku korupsi di Indonesia jumlahnya kian bertambah. Bahkan sebagian kalangan terkesan tidak ada rasa khawatir dan takut melakukan korupsi, sehingga diharapkan semua elemen masyarakat bersatu melawan korupsi.
“Harapan kita tidak terlalu banyak sebelum memperbaiki peta politik kita, tetapi kita tetap harus berjuang untuk memberantas korupsi, kita dukung KPK, kalau ada kekurangan kita perbaiki sama-sama, apapun kondisinya kita lawan korupsi tanpa pandang bulu”, tuturnya dalam sambungan teleconference.
Lebih lanjut, Ketua Mahkamah Agung RI Periode 2001-2008, Prof. Dr. Bagir Manan, SH. MCL., menyampaikan bahwa sebagian kalangan berpendapat cara-cara penegakan hukum tidaklah menyentuh dasar atau akar korupsi
“Memperhatikan cara pandang tersebut, sudah waktunya memecahkan persoalan korupsi dan membenahi berbagai fenomena di luar hukum yang bukan saja bertalian tetapi sebagai akar korupsi, seperti tatanan tingkah laku politik korup, birokrasi, sosial, ekonomi, maupun berkonstitusi”, ungkapnya.
Sementara Guru Besar Fakultas Hukum UII, Prof. Jawahir Thontowi, SH., Ph.D., menyampaikan bahwa dalam penegakan hukum korupsi dan peradilan tipikor tetap harus mengedepankan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai keadilan.
“Dari kerangka kerja pendekatan hukum inklusif, dalam pemberantasan korupsi seharusnya hukum mengandung nilai kebenaran dan keadilan, terlaksananya prinsip due process of law, sehingga hukum berfungsi untuk pencegahan, penegakan, dan pelajaran untuk tercapainya ketertiban atau harmoni hidup manusia”, pungkasnya. (IH/ESP)