Mahasiswa UII Teliti Terapi Obat untuk Gangguan Kecemasan Umum

Tim mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) yang terdiri dari Fathiyatul Mudzkiroh, Syafira Elfa Ramadhan, dan Dede Syifa Izzatul menggagas potensi buspiron hidroklorid (BUH) terenkapsulasi nanopartikel chitosan (CS) sebagai agen terapi gangguan kecemasan umum. Melalui gagasan tersebut Tim UII berhasil meraih Juara 3 Nasional dalam Ajang Kompetisi Halu Oleo Scientific Competition (Holistic) 2022 yang diadakan oleh Universitas Halu Oleo pada Minggu (13/11).

Fathiyatul menjelaskan bahwa gangguan kecemasan umum (GKU) adalah bentuk kecemasan dan kekhawatiran berlebih mengenai peristiwa hingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Tanda dari gejala GKU adalah munculnya rasa khawatir yang tidak realistis terhadap masalah sehari-hari biasa. Pada tahun 2018, 8% dari populasi Indonesia menderita GKU. Secara global angka kejadian GKU pada orang dewasa di dunia mencapai 20% dengan perbandingan wanita lebih banyak dibanding pria. 

Lanjutnya, penyakit GKU bukan masalah sepele karena apabila dibiarkan begitu saja akan memberi dampak signifikan seperti depresi, insomnia, gangguan pencernaan, isolasi sosial, dan gangguan kegiatan sehari-hari termasuk bersekolah dan kegiatan rumah. Masalah-masalah kehidupan tersebut berpotensi besar untuk memunculkan keinginan bunuh diri. Sehingga, pengobatan yang tepat diperlukan guna meningkatkan kepatuhan pasien dan meningkatkan angka kesembuhannya.

“Kemampuan BUH terenkapsulasi CS mendukung kemungkinan pengurangan dosis sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan,” jelasnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Syafira bahwa BUH terenkapsulasi CS akan meningkatkan peluang proses penyembuhan hingga 11% dalam sediaan intranasal, 43% jika dijadikan nanoemulsi, dan 50% jika emulsi dilakukan menggunakan CS aspartat. “Akses langsung dari nasal ke pembuluh darah, menghindarkan obat dari metabolisme lintas pertama,” jelas Syafira.

Lalu, apakah penggunaannya sudah dapat diaplikasikan dalam pengobatan?. Syifa menjelaskan bahwa penelitian masih terus dikembangkan terkait dosis efektif yang dibutuhkan, efek samping, serta formulasi modifikasi chitosan yang tepat dalam pembuatannya. Sementara ini, untuk BUH biasa sediaan oral biasanya diberikan dalam sediaan 7,5mg dua kali sehari, atau 5mg tiga kali sehari.

Syifa juga menjelaskan pilihan terapi lain yang bisa digunakan untuk GKU yang biasa digunakan beserta efek sampingnya. Obat pilihan pertama adalah golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) meliputi fluoxetine, sertraline, dan citalopram. Efek samping seperti kegelisahan, rasa mual, sakit kepala, ketidakstabilan berat badan, disfungsi seksual, dan lain sebagainya. 

Obat lainnya adalah benzodiazepin yang dapat bekerja cepat namun tidak bertahan lama. Benzodiazepin juga tidak direkomendasikan untuk digunakan terus menerus mengingat benzodiazepin memiliki efek ketergantungan.

Dia juga berpesan kepada masyarakat sebagai salah satu upaya untuk mencegah GKU dengan menenangkan pikirannya dengan melakukan hal-hal positif yang sifatnya menghibur dan membuat tenang serta istirahat yang cukup. Apabila terjadi gangguan kecemasan umum yang berlebihan dapat segera mendatangi psikiater/psikolog untuk mendapatkan penanganan. Jikalau dari segi agama, untuk terhindar dari kecemasan yaitu membaca Al-Quran dan berzikir kepada Allah Swt. (UAH/ESP)