Mahasiswa Malaysia Bagikan Pengalaman Menarik dari Indonesia
Sejumlah 12 mahasiswa Universiti Kuala Lumpur (UniKL) menjadi partisipan dalam kegiatan Indonesian Culture & Society (ICS) yang dilaksanakan Direktorat Kemitraan/Kantor Urusan Internasional (DK/KUI) Universitas Islam Indonesia (UII) pada 3-14 Oktober 2023. Bertempat di Ruang Sidang Datar, Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII, Kaliurang, Jumat (13/10), rangkaian kegiatan ditutup dengan proyek presentasi dari tiap kelompok mengenai pembelajaran menarik yang diperoleh selama berada di Indonesia.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor Bidang Kemitraan & Kewirausahaan, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D., menyampaikan terima kasih atas kunjungan delegasi UniKL ke UII. “Saya ingin menyambut Anda kembali di UII. Selamat datang lagi ke UII karena ini adalah sebetulnya UII dan UniKL itu sudah memiliki hubungan kerja sama yang baik dan ini adalah bagian dari realisasi kerja sama,” ungkapnya.
Wiryono Raharjo mengapresiasi rangkaian kegiatan yang sudah dilalui dengan lancar oleh para peserta, termasuk kunjungan ke sejumlah lokasi di Yogyakarta dalam rangka service learning. “Di UII, community service adalah bagian dari mata kuliah wajib yang harus diikuti oleh semua mahasiswa. Jadi sebelum lulus, kami mewajibkan mahasiswa untuk mengikuti mata kuliah, namanya kalau di Indonesia Kuliah Kerja Nyata (KKN). Karena itu akan memberikan pengalaman yang berharga kepada mahasiswa untuk bisa bekerja sama dengan community,” tuturnya.
Inisiatif program ICS juga dinilai baik karena dapat menjembatani perbedaan antara Malaysia dan Indonesia yang meskipun serumpun, namun tetap memiliki perbedaan. Salah satu misalnya adalah soal kosa kata yang serupa namun berbeda secara makna. “Ada banyak kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang berarti beda di Malaysia dan sebaliknya. Beda saja kalau kita menyebutnya, kalau di Malaysia kan ‘beza’,” ucapnya.
Selain itu, Wiryono Raharjo menjelaskan posisi Bahasa Indonesia sebagai lingua franca dan bahasa pemersatu serta diajarkan sebagai mata kuliah wajib di UII. Hal demikian cukup berbeda dalam situasi pendidikan Malaysia dengan hadirnya proses pengajaran yang diantarkan dengan bahasa ibu masing-masing.
“Saya bisa merasakan ada perbedaan yang cukup signifikan dengan sekolah. Ada sekolah vernacular, ada sekolah lain. Ini yang unik juga di Malaysia ada seperti itu. Indonesia semuanya sama, di seluruh Indonesia, dari Aceh ke Papua, hanya satu sekolah. Itu mengapa semua orang bicara Bahasa Indonesia,” kisahnya.
Lebih lanjut, inisiatif dalam mengenalkan dan menjaga tradisi tersebut dapat diteruskan di kemudian hari, utamanya untuk mahasiswa UII lainnya. “Mungkin kita bisa berkunjung ke UniKL kemudian belajar juga di sana. Mudah-mudahan hubungan silaturahmi ini menjadi hubungan yang dapat terus kita pertahankan,” tutup Wiryono Raharjo.
Kepala Divisi Mobilitas Internasional DK/KUI, Nihlah Ilhami, S.Pd., mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut merupakan implementasi kerja sama UII dan UniKL yang dirancang agar peserta dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat.
Delegasi partisipan sendiri merupakan mahasiswa anggota klub kebudayaan dan kesenian di UniKL. Selama berlangsungnya kegiatan, terdapat sejumlah tujuan kunjungan yang berkaitan dengan budaya, seperti Kraton Jogja, Museum Sonobudoyo, hingga Kotagede, diiringi dengan mengikuti aktivitas kebudayaan semisal batik, gamelan, hingga tarian.
Selain itu, partisipan juga melakukan community service berupa observasi industri rumah tangga (home industry), yakni gula semut serta kerajinan serabut kelapa di Desa Sendangsari, Kulon Progo, serta mengikuti kegiatan melalui konservasi penyu di Pantai Trisik.
“Ini jadi sekali membuat program, ada beberapa implementasi kerja sama dengan UniKL. Implementasi kerja sama internasional, kemudian dengan Desa Sendangsari ini kita punya MoU (Memorandum of Understanding) juga dengan Sendangsari jadi ini implementasi kerja sama dalam negeri,” ucap Nihlah Ilhami.
Presentasi sebagai proyek akhir program dimaksudkan guna memetakan pengembangan yang potensial. “Kira-kira program apa saja setelah mereka melihat kondisi di Desa Sendangsari. Potensi-potensi apa yang bisa dikembangkan dari kondisi masyarakat setempat,” ujarnya.
Harapannya, program tersebut dapat mendekatkan peserta dengan budaya warga lokal, sehingga menjadi pengalaman yang berharga dalam berinteraksi antarbudaya. “Ada interaksi sosial dengan masyarakat lokal. Jadi tidak hanya dengan komunitas di dunia pendidikan, di UII, tetapi juga di masyarakat,” tutup Nihlah Ilhami. (JRM/RS)