Mahasiswa FK UII Pelajari Teknik SAR Penyelamatan Vertikal
Pengetahuan dan penguasaan teknik evakuasi merupakan pilar dasar untuk melakukan tindakan pertolongan pertama yang benar. Menolong di sini adalah menyelamatkan jiwa makhluk hidup dan dibutuhkan pertanggungjawaban untuk itu. Melihat pentingnya penguasaan teknik “vertical rescue”, Tim Bantuan Medis Mahasiswa (TBMM) Humerus Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan pelatihan kepada anggotanya bekerjasama dengan Tim Search and Rescue (SAR) D.I. Yogyakarta pada Minggu (17/07).
Rizqy Alyaa Putri Irawan, Ketua Pelaksana menyampaikan harapannya kepada seluruh peseta untuk mampu menguasai materi yang diajarkan sehingga bisa bermanfaat di tengah masyarakat. Rangkaian kegiatan terdiri dari teknik tali menali, evakuasi bencana pada keadaaan vertikal, dan teknik ascending dan descending dalam penolongan vertical.
“Vertical rescue contohnya dibutuhkan saat evakuasi di gedung tinggi dan gunung,” jelasnya.
Bencana yang paling sering membutuhkan vertical rescue adalah gempa. Alyaa menjelaskan mengenai persiapan sebelum melakukan vertical rescue adalah mengidentifikasi lokasi korban untuk menentukan dapat dijangkau oleh teknik vertical rescue apa. Selanjutnya adalah persiapan penyelamat baik dari alat maupun mental. Setelahnya melakukan pemasangan alat dan melakukan evakuasi sesuai titik.
Dia menambahkan ada beberapa jenis penyelamatan vertical rescue menurut teknik penjangkauan evakuasi korban. Pertama ada teknik Leading, yakni teknik menjangkau korban dengan cara melakukan pemanjatan rintisan dari bawah ke atas dengan memasang pengaman di sepanjang lintasan pada jarak tertentu. Selanjutnya ada teknik Abseiling, adalah teknik menjangkau korban dari titik yang lebih tinggi ke rendah dengan cara menuruni tali. Teknik ini juga biasa disebut dengan rappelling.
Terakhir ada teknik Traversing, yaitu teknik menjangkau korban dengan cara bergerak menyamping, teknik ini hampir sama dengan teknik leading perbedaannya adalah arah gerakannya. Teknik traversing dilakukan saat posisi korban berada sejajar dengan posisi penyelamat.
Sebelum melakukan evakuasi perlu disiapkan alat seperti helm, safety glasses, gloves, sepatu, pakaian, harness, peluit, rescue rope, self rescue equipment ascending descending, dan kotak pertolongan pertama (P3K). Melihat situasi penyelamatan vertical rescue biasanya merupakan situasi krusial.
Menurut Alyaa, pengetahuan baik bagi penyelamat dan korban sangat penting. Biasanya korban cenderung cemas sehingga saat memiliki pemahaman maka akan memiliki pengendalian mental yang lebih sehingga meningkatkan peluang untuk selamat. “Pertolongan utamanya dilakukan oleh Tim SAR dan siapapun yang lolos kualifikasi vertical rescue,” jelasnya.
Ia berharap pelatihan vertical rescue ini akan memberi kecakapan kepada para anggotanya. Sehingga nanti misalnya dibutuhkan oleh masyarakat atau terjadi bencana alam seperti gempa yang cukup sering terjadi di Jogja dapat menerapkan ilmu sekaligus memberikan manfaat. Menutup wawancara, Alyaa mengucapkan terimakasih kepada antusias peserta dan Tim SAR D.I. Yogyakarta yang telah mendampingi sekaligus melatih anggotanya. (UAH/ESP)