Mahasiswa FK UII Borong Piala Pada PTBMMKI Cup 2022
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) berhasil memborong empat gelar kejuaraan sekaligus pada ajang Perhimpunan Tim Bantuan Medis Mahasiswa Kedokteran Indonesia (PTBMMKI) Cup 2022. Perlombaan yang diselenggarakan oleh TBM Bumigora Universitas Mataram ini menantang seluruh mahasiswa kesehatan seluruh Indonesia pada tanggal 4 April 2022-29 Mei 2022 untuk bersaing dalam prestasi.
Tim pertama yang terdiri dari Arviyan Prasetia Wening, Raisa Kamila Putri, dan Brilliant Fellyta Inesthesia berhasil membawa pulang gelar Juara 2 Lomba Olimpiade. Sementara tim kedua yang terdiri dari Tsaniya Ahda Indrayani, Salma Nur Hamidah Ikhwan, dan Hafizh Cahya Aryansyah berhasil meraih Juara 2 Lomba Poster. Kemudian tim ketiga beranggotakan Anisa Sugiyanti, Anindya Amanda Damayanti, dan Amany Taqiyyah Wardhani membanggakan dengan berhasil meraih Juara 2 Lomba Video Edukasi. Terakhir, Anindya dan Amany yang tergabung kembali dalam tim keempat meraih Juara 2 Lomba Esai Ilmiah.
Tim keempat, Anindya dan Amany mengambil subtema “Innovation How to Avoid The Malnutrition Emergency in Pediatrics” khususnya mengenai masalah malnutrisi pada esai ilmiah yang mereka tulis. Saat diwawancarai Humas UII, mereka menilai malnutrisi masih menjadi masalah global terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sendiri masih berada pada urutan ketiga dengan kasus malnutrisi terbanyak di Asia Tenggara, sehingga urgensi tema mengenai malnutrisi pada anak masih sangat tinggi.
Anindya menjelaskan kasus malnutrisi di Indonesia masih sangat tinggi. Data mengatakan bahwa 27,7% anak Indonesia masih menderita gizi buruk. Padahal tujuan SDGs negara di tahun 2025 itu untuk mengatasi seluruh masalah gizi. “Sehingga sangat dibutuhkan peran generasi muda untuk mewujudkan salah satu tujuan SDGs tersebut,” tuturnya.
Anindya dan Amany menawarkan sebuah solusi baru dalam penyelesaian masalah malnutrisi. Malnutrisi itu sendiri merupakan keadaan ketidakseimbangan microbiota pada usus yang berakibat kekurangan atau kelebihan nutrisi. “Saat anak berat badannya berlebih (gemuk) juga disebut malnutrisi,” jelas Amany.
Amany menyinggung terapi yang digunakan saat ini adalah menggunakan F-75 dan F-100 dengan tujuan mengejar pertumbuhan anak. Sehingga mereka mencetuskan terapi baru yang sifatnya kausatif atau membenahi penyebab penyakitnya secara langsung. Jadi, saat penyebab dari masalah nutrisi tersebut teratasi, tentu masalah malnutrisi juga bisa teratasi.
Dia juga membahas angka tinggi kejadian malnutrisi merupakan sebuah fakta yang miris. Malnutrisi didukung oleh beberapa faktor seperti sosial ekonomi yang kurang, sanitasi buruk, dan pendidikan yang rendah. Indonesia sendiri memiliki sumber daya alam yang melimpah sehingga menjadi PR besar mengapa malnutrisi masih belum teratasi. “Dampak malnutrisi bisa menurunkan kognitif anak sehingga bisa kesulitan belajar,” tambahnya.
Anindya berharap esai yang mereka tulis dapat menjadi inovasi terapi bagi anak malnutrisi di Indonesia kedepannya. Terapi dengan menggunakan MDCF-2 (microbiome directed complementary food) ini sudah banyak diteliti di luar negeri. Hasilnya MDCF-2 merupakan makanan yang paling baik dalam menyelesaikan masalah gizi buruk. Sehingga semoga bisa dapat membantu pula masalah malnutrisi di Indonesia. (UAH/ESP)