Maha Data dalam Layanan Kesehatan Digital
Era Industri 4.0 memberikan tantangan tersendiri bagi layanan kesehatan untuk terus memberikan kebermanfaatan bagi publik. Penggunaan layanan digital yang mengandalkan kekuatan maha data dan internet of things (IOT) semakin esensial. Pemanfaatan data dalam pelayanan kesehatan tersebut dibahas tuntas dalam diskusi virtual oleh Magister Farmasi Universitas Islam Indonesia (UII) pada Sabtu pagi (4/9).
Ruang virtual tersebut menghadirkan dr. Anas Ma’ruf, MKM selaku Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan Indonesia. dr. Anas mengungkapkan bahwa di era disrupsi saat ini, layanan kesehatan lebih patient centric di mana pasien tidak perlu berada di layanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan.
Untuk semakin meningkatkan transformasi tersebut, maka diperlukan pengembangan integrasi sistem data dan aplikasi pelayanan kesehatan yang lebih terstruktur. Pengolahan data tersebut dapat menguatkan ekosistem digital sehingga tercipta inovasi kesehatan yang memudahkan semua pihak. Penguatan sistem data yang terstruktur nantinya akan dapat menyaring data menjadi poros kebijakan yang lebih akurat dan informatif.
“Dengan demikian, semakin jelas bahwa pemanfaatan maha data di bidang kesehatan sangat berperan mendukung transformasi digital. Big data bisa dimanfaatkan sebagai analisis penyusunan kebijakan, memprediksi kasus luar biasa, hingga mengintegrasikan rekam medis dan data kesehatan lainnya”, tegas dr. Annas.
Pemanfaatan data ini kemudian menjadi sorotan publik dalam penanggulangan pandemi Covid-19. Kemenkes dituntut untuk mampu memberikan informasi yang mendukung kebijakan satu data agar terhindar dari miss interpretasi dan menjadi bola liar di media sosial.
Dalam Strategi 3T (Tracing, Testing and Treatment) misalnya, masyarakat dapat mengakses aplikasi SILACAK, New All Record Tracing Covid-19 (NAR), SIRANAP, SIRS ONLINE, dan TELEMEDICINE COVID-19. Lewat aplikasi ini, kita bisa mengetahui penyebaran, testing swab, dan pengobatan Covid-19. Sedangkan untuk program vaksinasi dan protokol kesehatan, masyarakat dapat mengaksesnya dengan membuka platform tunggal di aplikasi Peduli Lindungi.
Sementara itu, pembicara lainnya Assoc Prof Dr Che Suraya mengatakan perkembangan maha data di bidang pelayanan kesehatan atau healthcare telah tumbuh hingga mencapai total 25.000 petabytes di seluruh dunia. Dimulai sejak 1990-an, perkembangan database kesehatan mulai digunakan di Eropa, Amerika dan semakin berkembang menjangkau Asia belakangan ini. Pemanfaatannya untuk mengevaluasi pemasaran, pola resep, hingga efektivitas dan keamanan obat yang hendak dipasarkan.
Sosok yang juga dekan Fakultas Farmasi International Islamic University Malaysia (IIUM) sekaligus dosen tamu di Magister Farmasi UII ini juga membeberkan ada banyak tipe database yang digunakan dalam layanan kesehatan di dunia. Pertama adalah Registry Database yang memberikan ragam data pada penyakit tertentu dengan menggunakan metode kardiologi, onkologi, hingga ortopedi.
Kedua adalah Claims Database. “Claims Database biasa dikenal sebagai data administratif yang isinya adalah catatan elektronik dalam skala yang jauh lebih besar. Basis Claims Database adalah mengumpulkan informasi tentang jutaan janji temu dokter, tagihan, informasi asuransi, hingga jejaring komunikasi para pasien”, jelas Suraya.
Terakhir adalah Electronic Medical Records (EMR). Rekam Medis Elektronik adalah perangkat lunak yang diakses langsung oleh dokter untuk merekam rincian pertemuan mereka dengan pasien yang berisi berbagai macam data yang tidak tersedia di tempat lain. EMR meliputi diagnosa medis, resep, hasil laboratorium hingga rangkaian prosedur yang dapat memudahkan pasien dan dokter dalam program penyembuhan. (IAA/ESP)