Kiat Universitas di Inggris dan Taiwan Menyiasati Pandemi Covid-19
Pandemi virus corona (Covid-19) membuat perguruan tinggi harus putar otak agar layanan pendidikannya tetap berjalan optimal. Selain mulai beralih ke platform daring, perguruan tinggi juga mengubah sistem pelayanan, asesmen penilaian, dan metode pembelajaran dalam praktek mengajar. Hal ini guna memastikan agar mahasiswa tetap mendapat kualitas pelayanan dan pendidikan yang sama layaknya sebelum pandemi. Seperti tengah diupayakan universitas yang ada di Inggris dan Taiwan.
Topik tersebut tercermin dalam kegiatan Webinar Series Mobilitas dan Internasionalisasi Perguruan Tinggi di Masa Pandemi Covid-19, Sharing session from UK and Taiwan. Kegiatan berlangsung pada Kamis (23/04) melalui aplikasi pertemuan daring.
“Segenap sivitas akademik segera memikirkan bermacam-macam skenario tepat setelah Inggris ditetapkan lockdown. Yang paling diperlukan adalah komunikasi top-down yang jelas dari pimpinan hingga dosen,” ungkap Nadine Sulkowski, pembicara pertama dari International Developmental Lead, University of Gloucestershire, Inggris.
“Sebelum pandemi, mahasiswa sudah terbiasa untuk mengumpulkan tugas secara daring. Namun ada hal-hal yang kurang bisa dinilai secara daring seperti kerja kelompok dan presentasi. Tidak hanya mengubah asesmen penilaian, para dosen juga perlu menyiapkan beberapa format pembelajaran,” tuturnya.
Belajar mandiri dan membuka forum diskusi daring adalah beberapa dari pilihan strategis. “Dengan menyiapkan catatan pedoman, dipastikan mahasiswa dapat mengakses layanan dan sumber referensi yang diperlukan,”
Lalu bagaimana mahasiswa internasional yang sedang menyelesaikan disertasinya?. Nadine menjelaskan bahwa pihak universitas menyediakan pilihan bagi mahasiswa tergantung dengan keadaan. Seperti membantu perpanjangan visa, walaupun pihak kampus juga merekomendasikan mereka untuk mendengarkan anjuran universitas dari negara asal mereka.
Langkah Universitas di Taiwan
Pembicara kedua kegiatan ini adalah Pei-chih Lin, Global Program and Internal Bachelor Degree Program, National Tsing Hua University, Taiwan. Berbeda dengan Nadine, Lin menjelaskan langkah preventif yang dilakukan pemerintah Taiwan untuk menghadapi wabah Covid-19.
Pertama ada konferensi pers, melaporkan semua informasi yang telah diperoleh dan mengimbau langkah yang perlu dilakukan masyarakat Taiwan. Kedua ada tracking footprint yang dilakukan secara massal. Dan terakhir memberlakukan kebijakan terkait masker,” ungkap Lin.
Dalam kebijakan masker, Taiwan mengambil pendekatan teknologi untuk penyebaran masker. Lin mengungkapkan bahwa satu orang warga Taiwan dapat membeli masker maksimal sembilan buah dalam satu minggu yang dapat dibeli melalui vending machine. “Masyarakat Taiwan juga dapat mencari vending machine terdekat melalui aplikasi di ponselnya,”
“Untuk ranah institusi, National Tsing Hua University (NTSU) Taiwan membuat komite Covid-19,” jelas Lin yang dalam bulan Januari lalu masih tercatat beraktivitas di kampus seperti biasa, walaupun secara geografis letak Taiwan tidak jauh dari China.
Dengan dibentuknya komite ini, setidaknya sudah ada langkah preventif untuk NTSU. Yang pertama adalah menutup pelayanan restoran atau kantin di area kampus dan acara dalam-ruangan yang tidak diperlukan. “Seperti acara selebrasi dan pesta, bisa diganti ke media daring,” tutur Lin.
Selanjutnya mengembangkan kebijakan perpustakaan dan pengukuran suhu tubuh sebelum memasuki kampus. “Dosen juga perlu mempertimbangkan untuk mengadakan kelas daring bila jumlah mahasiswa di kelas tersebut melebihi 40 orang,” (IG/ESP)