Kiat-kiat Pergerakan Mahasiswa
Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Talkshow bertajuk “Pergerakan Mahasiswa Masa Kini” pada Jumat (4/12). Talkshow yang berlangsung secara daring tersebut menjadi rangkaian dari acara Student Festival (StuFest) 2020. Kedua narasumber berasal dari lembaga tingkat universitas turut dihadirkan dalam acara ini. Pancar Setiabudi, sebagai ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) UII 2020, serta Ahmad Sarjun, yang merupakan ketua HIMMAH 2020.
Dalam perbincangan terkait daya kritis seorang mahasiswa, Ahmad Sarjun memaparkan bahwa daya kritis seorang mahasiswa tidak muncul begitu saja. Diperlukan adanya kepekaan yang perlu dilatih secara khusus untuk meumbuhkan sikap dan jiwa kritis
“Sebelum turun menjadi kritis sebaiknya seorang mahasiswa harus menyadari, bahwa perannya tidak hanya sebagai Agent of Change, tetapi Agent to Change. Kita harus merubah dan sadar dari keadaan diri kita terlebih dahulu. Kita harus paham bagaimana kondisi sosial yang ada,” ungkap Ahmad.
Gambaran terkait permasalahan sosial yang ada, baik dalam skala yang lebih luas ataupun sempit, dapat didapatkan melalui literasi. Ahmad mengatakan jika kita memperbanyak referensi, seseorang akan memiliki imajinasi untuk menuangkan ide serta gagasannya. “Dari memperbanyak referensi, kita akan mendapatkan gambaran terkait informasi-informasi yang ada. Dari situ kita terangsang untuk berimajinasi terkait dengan solusi atas suatu masalah,” katanya.
Ahmad kembali menggaris bawahi, selain melalui literasi, kepekaan terhadap lingkungan sosial dapat dirangsang dengan terjun langsung di lapangan. “Untuk melakukan Gerakan dan memberikan karya, kita harus terjun langsung ke masyarakat yang terdampak. Sehingga saya punya imajinasi, gambaran, serta kesadaran untuk bergerak. Karena saya merasakan apa yang mereka rasakan, dari sana kita akan dirangsang untuk memulai gerakan, serta merujuk pada karya yang akan saya berikan,” tambahnya.
Mendalami suatu isu baik dalam lingkup regional hingga internasional, memiliki menfaaat tersendiri. Pancar Setiabudi mengungkapkan bahwa selain keuntungan mendapatkan informasi, kita akan memiliki grand design atau orientasi dalan langkah selanjutnya setelah memahami isu. “Jadi ada prospek, yang ketika persoalan itu terjadi, kita bisa menciptakan satu pikiran baru, untuk bermanuver bahwa ada polemik yang harus kita berikan solusi,” ungkapnya.
Pancar menambahkan bahwa dalam menyampaikan pendapat atau melakukan kritik diperlukan kekuatan mental. Kekuatan mental dibangun minimal menggunakan kekuatan intelektual. “Dibutuhkan kekkuatan yang kuat intelektual dulu. Kalau dia punya mental namun tidak punya intektual, mau apa gitu?” tandasnya.
Dalam menggali informasi, kesesuaian antara data dengan fakta yang ada harus selalu diperhatikan. Pancar mengatakan bahwa untuk menghasilkan keselarasan antara infromasi dengan “aksi” yang akan dilakukan, terdapat pertimbangan yang harus dilalui. “Kalau kita bicara data tentu saja ada informasi, kemudian harus ada analisa dari bahan data-nya. Lalu mempertimbangkan apa yang akan kita ciptakan dari bahan tersebut,” paparnya.
Melalui perspektif lapangan, Pancar mengatakan bahwa suatu karya akan muncul melalui kekuatan inovasi yang baik. “Bisa jadi karya muncul untuk inovasi, atau karya.” jelasnya.
Pancar menambahkan bahwa karya memiliki sifat yang abadi untuk melahirkan inovasi. “Ketika besok kita sudah tidak ada, semua dari kita akan hilang. Tapi jasa dan karya kita akan dikenang. Jadi suatu karya itu kemudian bisa dijadikan inovasi atau tolak ukur bahwa kita memerlukan itu. Bisa seperti gerakan literasi, gerakan sosial masyarakat, atau gerakan parlemen jalanan. Kita bisa buat gerakan apapun itu yang diperlukan,” pungkasnya. (FSP/RS)