Keseriusan UII Perangi Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus
Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (LEM FH UII) menyelenggarakan kajian advokasi “Pencegahan dan Penanganan Perbuatan Asusila dan Kekerasan Seksual ditinjau dari Peraturan Universitas Islam Indonesia (PUII) Nomor 1 Tahun 2020”. Kajian ini diselenggarakan secara daring melalui zoom meeting online pada Jum’at (28/1) dengan menghadirkan Ketua Bidang Etika dan Hukum UII, Syarif Nurhidayat, S.H., M.H. sebagai pemateri.
Syarif Nurhidayat menjelaskan PU tentang Pencegahan dan Penanganan Perbuatan Asusila dan Kekerasan Seksual terdiri atas pengertian/batasan, ketentuan pemberlakuan, prinsip/asas yang meliputi: proporsionalitas, kesetaraan, kerahasiaan, keadilan, pembagian beban pembuktian, dan non self incrimination, dan tujuan, serta ruang lingkup peraturan.
Syarif mengatakan bahwa, terdapat beberapa tindakan yang dilakukan UII untuk mencegah terjadinya perbuatan asusila dan kekerasan seksual, diantaranya dengan: 1) Mendorong pengembangan kajian dan dokumentasi berkelanjutan tentang pencegahan perbuatan asusila dan kekerasan seksual, 2) Melakukan penataan tata ruang dan fasilitas kampus yang aman dari perbuatan asusila dan kekerasan seksual, 3) Memberikan materi sosialisasi pencegahan perbuatan asusila dan kekerasan seksual dalam orientasi insan UII.
Pihaknya juga berupaya memberikan dan meningkatkan pemahaman insan UII mengenai perbuatan asusila dan kekerasan seksual melalui berbagai media sosialisasi. Ia juga memastikan dan mengkaji secara objektif pihak ketiga yang akan menjadi mitra kerja sama terkait potensi perbuatan asusila dan kekerasan seksual. Terakhir menyediakan peraturan dan mekanisme pencegahan serta penanganan perbuatan asusila dan kekerasan seksual.
Selanjutnya, perbuatan asusila dalam peraturan UII diklasifikasikan ke dalam tindakan: perzinahan, prostitusi, pornografi, dan pencabulan. Sedangkan, tindakan kekerasan seksual diklasifikasikan ke dalam tindakan: perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, dan virtual sex.
Adapun, Syarif juga menyebutkan bahwa ketentuan Peraturan UII No 1 Tahun 2020 ini, tidak hanya berlaku bagi mahasiswa, melainkan juga berlaku juga bagi semua komponen yang ada di UII, termasuk dosen dan tenaga kependidikan. Dalam menangani kasus perbuatan asusila dan kekerasan seksual, UII menyediakan media pelaporan, yang dapat disampaikan baik secara tertulis atau lisan.
Pimpinan UII berwenang untuk membentuk tim pencari fakta, yang bertugas untuk: Pertama, memanggil dan meminta keterangan lebih lanjut dari pelapor. Kedua, mencari, menggali, menemukan dan/atau menerima semua fakta hukum dan barang bukti terkait pelanggaran yang dilaporkan. Ketiga, memanggil dan memeriksa saksi-saksi. Keempat, memanggil dan memeriksa terlapor. Kelima, mengkaji dan merumuskan hasil serta rekomendasi kepada Pimpinan pembentuk tim berdasarkan fakta hukum dan/atau alat bukti yang terungkap.
“Alat bukti yang dapat digunakan dalam kasus ini, diantaranya surat, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terlapor, petunjuk, dan/atau sumpah,” jelasnya. (EDN/ESP)