Kerugian Penipuan Investasi Capai Ratusan Triliun, UII dan OJK Gelar Kuliah Umum
Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia (FBE UII) mengadakan kuliah umum yang berkolaborasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kuliah umum bertajuk “Peran OJK dalam Edukasi Perlindungan Konsumen” itu berlangsung pada Senin (19/12) di Ruang Aula Utara Lt.3 Kampus FBE UII.
Rektor UII Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D mengucapkan terima kasih kepada OJK atas kerja sama yang selama ini sudah terjalin. Agenda kuliah umum menurut hemat Rektor UII dapat membuka cakrawala dan perspektif baru terhadap suatu permasalahan yang ada. “Sangat penting agar kita tahu perkembangan di luar kampus. Kombinasi penjelasan dosen di luar kelas akan semakin matang ditambah dengan pengalaman langsung oleh praktisi di lapangan,” buka Prof. Fathul Wahid.
Lebih lanjut ia menjelaskan, asupan intelektual paling tidak bisa diperoleh dari tiga hal, salah satunya adalah diskusi. “Ketika kita banyak diskusi maka kita akan banyak belajar sekaligus menguji perspektif yang kita yakini,” terangnya.
Kedua, memperbanyak membaca. Diungkapkan bahwa banyak hal yang tidak terdokumentasi, sehingga perlu untuk meningkatkan perspektif baru melalui fasilitas yang ada. Ketiga, sedapat mungkin untuk senantiasa melakukan aktivitas mendatangi tempat baru. Dengan itu, sensitivitas dari setiap orang diuji dan diasah.
“Perspektif kita semakin luas, ketika kita jalan-jalan kita tentu menemui banyak orang dengan latar belakang berbeda. Di situlah kita sebagai warga global ditantang untuk meningkatkan literasi lintas budaya, literasi perbedaan dan menerimanya,” jelas Prof. Fathul Wahid.
Sementara itu, Dr. Friderica Widyasari Dewi, S.E., MBA. Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen sebagai narasumber menyoroti maraknya pinjaman online (pinjol) dan investasi bodong. Dipaparkan Dr. Friderica total kerugian selama tahun 2022 dari investasi bodong sebesar Rp 117 triliun dan terdapat 54.000 pengaduan ke OJK sepanjang tahun ini.
“Pinjol menjadi fenomena mengerikan dikarenakan banyak yang kehilangan aset karena tidak mampu membayar tagihan,” tutur Dr. Friderica Widyasari Dewi. Beliau memaparkan selama pinjol legal dan dimanfaatkan untuk hal produktif sebenarnya masih baik. Yang menjadi permasalahan, banyak orang berperilaku konsumtif akan tetapi tidak mampu secara finansial sehingga pinjol menjadi jalan akhir.
“Jangan membeli sesuatu yang konsumtif. Karena biasanya suku bunga yang tinggi dapat menjadi beban yang berat nantinya,” tegasnya.
Permasalahan selanjutnya ada pada tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan yang masih terdapat gap. Dijelaskan bahwa literasi keuangan adalah seberapa mampu masyarakat mengenal produk jasa keuangan. Sementara inklusi keuangan adalah seberapa banyak penggunaan jasa keuangan di lapisan masyarakat.
Berdasarkan data, literasi keuangan Indonesia di tahun 2019 ada pada angka 49% sedangkan inklusi keuangan sudah mencapai 86% di tahun 2019. “Ada gap bahwa telah banyak masyarakat yang menggunakan jasa keuangan, tapi belum paham apa produk jasa keuangan yang digunakan,” jelasnya.
Oleh karenanya, edukasi di sektor keuangan mempunyai peran yang sangat penting. Bukan hanya sebagai langkah pengenalan produk keuangan, tetapi dengan literasi yang tinggi dapat mendorong pemulihan ekonomi negara lebih cepat. Dijelaskan lebih jauh, ada tiga hal perlindungan konsumen: edukasi dan literasi keuangan, pengawasan perilaku oleh OJK, dan penanganan pengaduan.
Pondasi dasar yang penting menurutnya adalah edukasi dan literasi. “Pentingnya literasi bagi generasi muda, karena bonus demografi akan menjadi benefit yang besar bagi Indonesia. Akan tetapi, ketika bonus tidak ditunjang dengan SDM yang baik, tentu hal itu tidak bisa diolah lebih jauh,” ungkap Dr. Friderica Widyasari Dewi.
Terakhir, Dr. Friderica Widyasari Dewi mengajak setiap lapisan untuk berkolaborasi dalam hal edukasi dan literasi keuangan. Upaya kolaboratif dapat meminimalisir gap antara literasi dan inklusi keuangan ke depan. “Menjadi perlindungan konsumen dan juga mendorong pertumbuhan ekonomi nantinya. Karena sebetulnya produk dan jasa keuangan didesain untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat,” pungkasnya. (KR/ESP)