Kenali Market Behavior di Tengah Pandemi
Semangat berwirausaha selalu ditumbuhkan oleh Inkubasi Bisnis dan Inovasi Bersama Universitas Islam Indonesia (IBISMA UII). Tujuannya tentu untuk menyegarkan mindset berbisnis di era new normal. Hal ini tercermin dalam kegiatan Growth Talk Series NgoBraS Bareng Startup pada Kamis (23/07) dengan tema Tantangan Pengusaha dalam Menghadapi New Normal. Narasumber yang hadir yakni Ustad Rendy Saputra. Ia merupakan Co-Founder Berkahbox Indonesia yang menjadi gerakan penyediaan nasi uduk untuk masjid di beberapa kota seperti Semarang, Jogja, dan Makassar.
Menurutnya, merancang bisnis di era new normal yang perlu diperhatikan adalah behavior marketing yang berubah. Contohnya seperti aplikasi zoom yang sebelumnya tidak pernah diunduh kini banyak dipasang orang. Netflix dan VIU mengalami peningkatan pengguna. Kegiatan charity juga semakin banyak di masa pandemi karena kesadaran bertambah. Jadi selain teknologi yang dapat mengubah market behavior, pandemi juga dapat mengubahnya.
Rendy mengatakan saatnya para akademisi juga bergerak untuk merancang bisnis. “Permasalahan saat ini adalah seolah-olah antara pengusaha dan akademisi seperti bermusuhan. Para pengusaha mengatakan kita tidak usah mengajak akademisi karena cuma bisa ngomong saja terlalu banyak teori. Sebaliknya akademisi mengatakan bahwa pengusaha tidak lulus kuliah”, kelakarnya.
Kita perlu belajar dari Korea Selatan di mana akademisi dan pengusaha saling erat bekerjasama. Perusahaan Samsung misalnya yang sudah menyiapkan tim riset layar LCD yang sangat tipis setipis koran dan akan diproduksi 10 tahun lagi. Mereka bekerjasama dengan para lulusan Ph.D.
“Rekan inkubasi bisnis dapat menjadi penengah antara pengusaha dan akademisi. Pertemuan antara akademisi dan marketer menjadi penting dan yang tak kalah penting untuk diperhatikan lagi adalah marketer behaviornya”, jelasnya.
Rendi menambahkan kita harus membedakan pivot dan sekedar inovasi. Pivot dalam bisnis adalah aktivitas pengembangan bisnis dengan mengubah model bisnis tersebut tanpa mengubah visi bisnis yang dimiliki. Istilah pivot diambil dari gerakan basket yang merubah arah dengan tetap berpijak pada salah satu kaki. Hal tersebut dapat disamakan dengan meski mengubah arah atau strategi, namun tujuannya (visi) tetap memasukkan bola ke dalam keranjang.
Pivot banyak dilakukan di saat dihadapkan dengan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perusahaan akan terus berputar ketika kebutuhan ini berubah atau perusahaan menemukan peluang baru untuk bisnis termasuk di saat pandemi. Misalkan perusahaan wisata, travel, dan umroh harus dirubah total sebab pivot saja tidak cukup karena memang tidak mungkin untuk dilakukan.
Pivot dalam bidang edukasi misalnya bimbel juga tidak bisa secara offline sehingga dilakukan pivot juga dengan bimbel online. Bisa juga dengan menjual barang-barang yang memiliki kesamaan target marketing yakni kepada anak dan orang tua seperti produk suplemen anak. (HN/ESP)