Keluarga Besar UII Mendapat Vaksin Covid-19
Universitas Islam Indonesia (UII) memasuki babak baru dalam merespons pandemi Covid-19. Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kesehatan memberikan vaksinasi tahap pertama kepada Dosen, Tenaga Kependidikan, serta Purna Tugas di lingkungan UII dengan jumlah 1939 orang.
Selain jumlah tersebut, dalam vaksinasi ini juga diberikan kepada 300 orang lansia yang berdomisili di sekitar kampus UII guna mendukung Dinas Kesehatan Sleman mencapai target pemberian vaksin lansia di wilayah D.I. Yogyakarta. Pelaksanaan vaksinasi massal yang melibatkan vaksinator dari dosen Fakultas Kedokteran UII, Rumah Sakit JIH dan Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI ini diselenggarakan di di Auditorium K.H. Abdulkahar Mudzakkir Kampus Terpadu UII, pada Selasa (30/3).
Wakil Rektor Bidang Sumber Daya dan Pengembangan Karier UII Dr. Zaenal Arifin, M.Si. mengemukakan, sebagai keluarga besar, UII sangat peduli dengan kesehatan bersama dan sekitar. Selain Dosen, Tenaga Kependidikan, serta Purna Tugas ada juga warga sekitar yang dilibatkan pada program vaksinasi. “Kita ingin berkontribusi sebagai universitas yang rahmatan lil alamin, jadi warga sekitar UII juga punya kesempatan untuk ikut dalam vaksin, dengan memenuhi ketentuan dan prasyarat dari Dinas Kesehatan Sleman,” tuturnya.
Program vaksinasi massal bagi keluarga besar UII semakin menambah optimis persiapan aktivitas luring yang telah direncanakan. “Persiapan sudah kita mulai seperti rencana tahun 2021 yang ada di rencana kerja dan anggaran tahunan, kemungkinan kita akan buka semester depan beberapa yang semestinya memang luring atau diharuskan luring. Itu akan kita fasilitasi. Jadi secara fisik kita akan siapkan. Meskipun tidak mungkin luringnya seperti sebelum pandemi, mungkin kita akan coba dulu 20% yang memang wajib di sana,” jelas Zaenal Arifin.
Zaenal Arifin menegaskan, pembukaan aktivitas luring ini nantinya akan dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan yang sesuai standar. Hal ini untuk tetap menekan angka penyebaran virus Covid-19, meskipun sebagian dari civitas akademika UII telah mendapat vaksin. “Mungkin sedikit lebih aman karena mayoritas warga UII sudah divaksin, yang jadi problem adalah mahasiswa yang belum divaksin, ini akan kita perhatikan dengan baik agar tidak menjadi masalah,” tandasnya.
Dekan Fakultas Kedokteran UII dr. Linda Rosita, M.Kes, Sp.PK. (K) mengatakan meskipun mengikuti vaksinasi protokol kesehatan harus tetap diperhatikan. 5M yakni Memakai masker, Menjaga jarak, Mencuci tangan, Menghindari kerumunan, Mengurangi berpergian. Menurut Linda Rosita, menghindari kerumunan juga menjadi perhatian pada pelaksanaan program vaksinasi UII. “Poin ini harus ditegakkan karena potensi penularan bisa sangat tinggi pada lingkungan yang berkerumun,” tuturnya.
dr. Linda Rosita menjelaskan, Program Vaksinasi UII diatur melalui lima meja secara berurutan. Pada meja pertama, penerima vaksin diukur suhu dan tensinya. Suhu yang diperbolehkan adalah 37,5͒C, dan tekanan darah 180/100. Selanjutnya penerima vaksin melakukan verifikasi data NIK di meja 2, kemudian pada meja 3 petugas kesehatan memberikan pertanyaan seputar riwayat kesehatan penerima vaksin. “Dalam tahap ini sangat memungkinkan untuk tidak melanjutkan ke proses selanjutnya karena tidak sesuai dengan standar penerima vaksin,” sebutnya.
Disampaikan dr. Linda Rosita, ketika dinyatakan layak, penerima vaksin diarahkan ke meja selanjutnya untuk dilakukan proses injeksi vaksin. Terakhir, penerima vaksin tidak langsung diperbolehkan pulang karena harus diobservasi selama 30 menit untuk melihat tanda-tanda setelah vaksin. “Apabila tanda vitalnya baik, maka penerima vaksin diperbolehkan pulang,” jelasnya.
Lebih lanjut disampaikan dr. Linda Rosita, proses pasca vaksin akan berlangsung selama 2 minggu pertama. Penerima vaksin diwajibkan memperhatikan kondisi fisiknya selama kurung waktu tersebut. Apabila ada tanda-tanda reaksi vaksin yang mengganggu seperti; bengkak, kemerahan, atau pendarahan di area penyuntikan, muntah, diare, pingsan, kejang, sesak napas, demam tinggi lebih dari satu hari, pembesaran kelenjar di ketiak atau bagian tubuh lain, lemah otot, penurunan kesadaran, serta gejala lain yang sebelumnya tidak ada, maka penerima vaksin disarankan untuk dapat menghubungi fasilitas kesehatan terkait untuk dapat menyampaikan keluhannya.
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran UII dr. Erlina Marfianti, M.Sc., Sp.PD. menambahkan, pada kasus-kasus penyakit kronis sebenarnya tetap boleh mendapatkan vaksin, selama saat hari H penerima vaksin dalam keadaan stabil dan tidak akut. Namun ia tetap menyarankan untuk berkonsultasi pada dokter yang biasa menanganinnya terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar penerima vaksin dapat memastikan dirinya layak divaksin setelah mendapat persetujuan dari dokternya,
“Kalau sudah biasa ke dokter lebih baik dikonsulkan dulu, karena dokternya yang tau perjalanan penyakitnya. Selain itu, bagi penderita alergi terhadap bahan-bahan kimia seperti obat-obatan, disarankan untuk dapat melaksanakan vaksinasi di fasilitas kesehatan,” jelasnya. (VTR/RS)