,

Karya Kolaborasi Mahasiswa dari Lima Negara Dipamerkan Dalam “Learning from Mangunwijaya”

Tergerak dari kontribusi Mangunwijaya, penggagas dan kurator platform internasional dari Jerman “Encounters with Southeast Asian Modernism”, Sally Below, urbanis, dan Moritz Henning, arsitek, dengan dukungan dari Kantor Luar Negeri Republik Federal Jerman, menginisiasi proyek “Learning from Mangunwijaya”. Kegiatan yang terselenggara atas kerja sama dengan Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia (UII) ini diikuti lebih dari 50 mahasiswa dari tujuh universitas di lima negara (India, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand), serta kurator dari Jerman dan Indonesia.

Mangunwijaya dikenal sebagai pelopor dalam arsitektur kolaboratif dan berkelanjutan yang merespons secara khusus kebutuhan lingkungan lokal. Proyek “Learning from Mangunwijaya” sendiri bertujuan untuk mengkaji dampak gagasan-gagasan Mangunwijaya terhadap generasi arsitek Indonesia saat ini dan relevansinya dengan perkembangan kontemporer di wilayah tersebut. Melalui lokakarya mahasiswa, pameran di Yogyakarta, film dokumenter, dan simposium online, proyek ini merefleksikan karya Mangunwijaya dan menunjukkan relevansinya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan kontemporer dan menawarkan solusi terhadap permasalahan masa kini.

Pembukaan pameran “Learning from Mangunwijaya” dilaksanakan di Langgeng Art Foundation, Yogyakarta, pada Rabu (31/07), menghadirkan ⁠Sally Below,⁠ Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, Ina Lepel, dan⁠ Rektor UII ⁠Fathul Wahid. Turut hadir dalam pertemuan tersebut Sekretaris Pertama untuk Urusan Pers dan Budaya Kedutaan Besar Republik Jeman, Christoph Fischer, Direktur Deutscher Akademischer Austauschdienst (DAAD) untuk wilayah Indonesia di Jakarta Dr. Guido Schnieders, dan Direktur Goethe Institut Jakarta Constanze Michel.

Ina Lepel dalam sambutannya mengaku takjub dengan hasil karya mahasiswa yang kreatif dengan memanfaatkan bahan yang ada sehingga mampu menghasilkan karya yang unik. “Saya sudah melihat hasil-hasil karya mahasiswa, sangat kreatif dan inovatif, saya benar-benar takjub dengan hasil karyanya yang memadukan pemikiran kreatif dan pembelajaran dari Mangunwijaya yang mengedepankan kolaborasi, modernitas, dan memanfaatkan bahan yang ada. Banyak hasil karya tadi menggunakan bambu yang menurut saya sangat unik,” ungkap Ina Lepel.

Ina Lepel berharap pameran Learning From Mangunwijaya kedepannya mampu meningkatkan kolaborasi antara mahasiswa dan universitas yang terlibat untuk terus mengadakan proyek-proyek arsitektur berkelanjutan.

Senada, Sally Below mengatakan bahwa mahasiswa dalam proses pembuatan karyanya ini sangat mengerahkan daya pikir dan kreativitas serta menemui tantangan dalam perbedaan bahasa, tetapi mereka bisa mengatasi dan menyelesaikannya dengan sangat optimal.

“Pameran ini menampilkan hasil kreativitas dan kolaborasi teman-teman mahasiswa. Karya mereka sangat out of the box. Mereka benar-benar mengerahkan seluruh daya pemikirannya untuk menciptakan hasil karya yang luar biasa ini. Saya harap hasil karya mereka ini tidak hanya sekedar hasil karya saja tapi bisa didalami maknanya dalam kehidupan,” harap Sally Below.

Lebih lanjut, kolaborator dan kurator dari MAI, Avianti Armand menyampaikan rasa terima kasihnya karena menjadikan MAI sebagai kolaborator yang mampu menambah koleksi pengetahuan arsitektur untuk MAI. “Bagi kami, MAI, pameran ini adalah batu loncatan dalam kolaborasi kami dengan Sally Below dan UII. Proyek ini merupakan momentum yang luar biasa untuk menggali lebih banyak koleksi arsitektur bersejarah yang memberikan peluang untuk kami memproduksi banyak pengetahuan tentang arsitektur. Saya harap kolaborasi ini akan terus berlanjut kedepan,” tutur Avianti.

Rektor UII, Fathul Wahid mengemukakan dalam sambutannya ada tiga hal berharga yang dapat dipelajari dari Mangunwijaya yakni keakraban, inklusivitas, dan nilai-nilai global. “Romo Mangun (Mangunwijaya -red) mempunyai banyak pengetahuan tentang nilai-nilai keakraban yang mana hal ini penting dalam mendesain arsitektur. Kedua yaitu inklusivitas yang mana tidak hanya tentang materialnya tetapi mengikutsertakan orang-orang dalam situasi yang menguntungkan, banyak dari peninggalan Mangunwijaya menekankan pertimbangan inklusivitas,” paparnya.

“Terakhir yaitu nilai-nilai global, Romo Mangun dalam desain arsitekturnya menanamkan nilai-nilai lokalitas tetapi hasilnya menciptakan nilai-nilai global. Semoga pembelajaran dari Romo Mangun ini dapat menginspirasi kita,” imbuh Fathul Wahid dalam pembukaan pameran yang akan digelar hingga 18 Agustus 2024 ini.

Sementara itu, salah satu perwakilan mahasiswa proyek penelitian internasional, Assyifa Ayeshia mengungkapkan hal yang didapat dari kertaannya menggikuti program. “Pogram ini menambah pengalaman dan pengetahuan saya, saya mendapat teman baru dari beragam macam budaya, sosial, dan agama. Saya juga terkesan dengan antusiasme kolaborasi teman-teman dalam proyek karya ini yang membuat saya juga selalu bersemangat untuk menyelesaikan karya dengan teman-teman kelompok. Saya juga belajar dari Mangunwijaya terkait kerjasama yang mana dalam menyelesaikan karya kami ini kerjasama adalah skill penting,” ujar Mahasiswa Prodi Arsitektur IP UII batch 21 ini. (AHR/RS)