Karya Arsitektur Bertema Yogya Dibawa ke S-Arch International Conference 2018
Mahasiswa arsitektur UII tidak pernah surut untuk mengikuti berbagai kegiatan internasional. Pada kesempatan kali ini mereka mengikuti S-Arch International Conference 2018 dengan membawakan tiga karya sekaligus. Kegiatan yang diadakan pada tanggal 22 – 24 Mei 2018 di Venesia, Italia itu menambah daftar mahasiswa UII untuk berkiprah di kancah Internasional.
Delegasi pertama adalah Pelangi Desias, yang membuat penelitian tentang perkembangan dapur dari masa ke masa khususnya di daerah Yogyakarta. Untuk mengetahui model dapur di masa depan, ia melakukan analisa dengan software space syntax. Melalui analisa tersebut, maka ia dapat mengetahui unsur-unsur dapur yang berubah dari masa ke masa. Kajian yang dilakukan dengan mengangkat permasalahan terhadap ukuran, layout dapur dan perbandingan jumlah anggota keluarga dengan luas dapur dalam empat generasi. “Luas dapur pada masa ini semakin sempit karena jumlah anggota keluarga yang semakin sedikit” jelasnya.
Sedang Annisa Ramadani dan Ridho Pawenang lebih memilih membawa karya dalam bentuk desain. Konsep desain yang ia angkat adalah “garis imajiner” yang menempatkan Yogyakarta memiliki poros yaitu Gunung Merapi, Kraton dan Pantai Parangtritis dalam imajinasi satu garis lurus. Garis imajiner yang diusungkan adalah pembuatan jalur dari daerah gunung menuju daerah bawah sehingga terbentuk sirkulasi jalan. Rhido menambahkan, pengaplikasian dalam desainnya adalah dengan pembuatan jembatan di atas kali Code. Kali Code dijadikan obyek karena yang menghubungkan daerah gunung dengan pantai adalah kali Code.
Harapan dalam desain ini adalah untuk meningkatkan sirkulasi hewan dengan penyediaan jembatan sebagai akses jalan bagi hewan-hewan yang ada di gunung menuju daerah yang lebih rendah. Ia menjelaskan lebih lanjut, dengan pengaplikasian desain ini maka perekonomian dapat ditingkatkan. “Selain itu dengan adanya sirkulasi hewan, maka spesies baru akan tercipta” terangnya.
Desain kedua merupakan hasil karya dari Bintang Lazuardi dengan mengangkat urban desain. Ide ini muncul karena adanya keragaman di perkotaan. “Dengan adanya keberagaman, dapat menciptakan kerukunan, toleransi dan perdamaian.” tambahnya. Desain yang dibuat dapat mendukung terjadiya interaksi antarmanusia untuk menambah keakraban sebagai ciri masyarakat Indonesia. Pengaplikasian desain ini dengan menyediakan area bagi pejalan kaki. Pedestrian yang direncanakan menghubungkan tiga ruang publik yaitu pasar, terminal, dan rumah susun dengan desain tata ruang yang lebih kontemporer di daerah Condongcatur. (NR/ESP)