‘Kampus Merdeka’ dan Pembelajaran di Luar Kampus
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dalam rilisnya menyebutkan empat kebijakan sebagai upaya mewujudkan pembelajaran yang lebih fleksibel, otonom, dan inovasif dengan tagline Kuliah Merdeka. Kebijakan kampus merdeka tersebut meliputi merdeka dalam pembukaan program studi baru, merdeka menaikkan status menjadi PTNBH, merdeka dari ritual 5 tahunan proyek administratif akreditasi, dan merdeka menempuh kegiatan pembelajaran di luar program studi atau di luar kampus selama tiga semester.
Perubahan implementasi tersebut hendaknya dapat direspon positif dan kritis. Keempat kebijakan ini sekaligus menjadi program andalan kementerian yang dalam implementasinya tanpa menambah masa studi, Mengenai hal tersebut, Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia mengadakan webinar untuk membahas bagaimana program studi menghadapi implementasi pembelajaran luar kampus pada Sabtu (16/5) melalui jaringan virtual Zoom.
Dr. Benno Rahardyan, S.T, M.T., Ketua Program Studi Sarjana Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung sekaligus Asesor BAN PT mengatakan bahwa dasar kegiatan di luar kampus ini telah diatur dalam Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Di sini dapat dilihat bahwa proses belajar merupakan suatu bentuk pembelajaran ekstrakulikuler yang menjadi metode pembelajaran efektif.
Disampaikan Benno Rahardyan, perguruan tinggi dapat dikatakan sebagai kampus yang semu, karena tantangan akan kehidupan yang nyata sesungguhnya hanya ada di masyarakat atau luar kampus. Dimana dunia kerja di zaman sekarang mewajibkan setiap orang untuk memiliki SDM yang full competent dan multi talent, yakni ahli dalam bidangnya namun tidak gagap akan keberagaman masalah serta tetap piawai dan berkarakter kuat.
Menurutnya kompetensi-kompetensi tersebut tidak harus diperoleh dalam satu prodi namun juga dapat dari luar tanpa meninggalkan core competency yang ditekuninya dengan komposisi lima semester berkonsentrasi pada minat prodi awalnya dan tiga semester dapat ditempuh di prodi lain atau luar kampus.
Kegiatan selama tiga semester ini dapat ditempuh dengan berbagai kegiatan pilihan, seperti magang atau praktek kerja, penelitian, proyek di desa, mengajar di sekolah, pertukaran mahasiswa, proyek independent, wirausaha, dan kegiatan kemanusiaan. “Bahkan kegiatan pelatihan militer dapat dikatakan sebagai bentuk pembelajaran di luar kampus,” tambah Benno Rahardyan.
Ia juga menegaskan bahwa kegiatan di luar studi tetap berada di bahwa tanggungjawab dosen dalam program studi homebase dan kampusnya. Program tiga semester ini akan menjadi implikasi pada budaya resource sharing antar perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri. Pertukaran pelajar antar perguruan tinggi juga dapat menciptakan culture exchange dan knowledge exchange serta meningkatkan self-confident lulusan. Untuk itu perlu adanya kerjasama yang baik antar perguruan tinggi harus dibangun.
Kerjasama antar pihak ini harus dapat menjangkau kesepakatan financial sharing, proses ekuivalensi capaian pembelajaran hingga sistem evaluasinya. Sehingga harapannya hal ini dapat terjadi secara lebih masif kedepannya.
Sementara Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc.ES., Ph.D. Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (2015-2019) sekaligus sebagai Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Teknik Lingkungan Jawa Timur mengatakan bahwa kemerdekaan pengelolaan perguruan tinggi harus dibarengi dengan kemerdekaan oleh pimpinan perguruan tinggi kepada civitasnya, untuk memberikan ruang berekspresi seluas-luasnya dalam mengembangkan proses belajat mengajar, pemberdayaan masyarakat, hingga penelitian tanpa dibebani proses administrasi yang ribet.
Dalam pengalamannya sebagai Rektor Institut Teknologi Sepuluh November, Joni Hermana bercerita bahwa kampusnya telah melaksanakan kegiatan yang mirip dengan kebijakan Kampus Merdeka, seperti magang, wirausaha, pertukaran mahasiswa, dan sebagainya. Namun, yang disayangkan olehnya adalah banyak mahasiswa luar yang datang ke Indonesia untuk belajar tetapi mahasiswa lokal kurang berminat untuk pergi ke luar negeri.
Ia juga mengatakan bahwa kebijakan Kampus Merdeka jangan dijadikan sebagai beban, melainkan sebagai suatu peluang untuk kemaslahatan kampus. Karena dalam pengalaman positifnya, mahasiswa yang keluar negeri atau mewakili kampus untuk suatu kegiatan dapat menjadi ajang promosi bahkan menarik kerjasama yang luas dengan pihak lain.
Meskipun demikian, Joni Hermana juga mengaku bahwa terdapat beberapa dosen yang tidak suka akan mahasiswanya yang tidak datang di kelasnya, seperti mahasiswa tersebut sedang mengikuti suatu tournament yang membawa nama baik kampusnya. “Setiap dosen harus paham bahwa mahasiswa yang keluar mewakili kampus seharusnya disupport dengan meluluskannya di mata kuliahnya, bukan malah membebaninya. Kalau seperti itu banyak mahasiswa yang tidak berminat mengikuti kuliah di luar kampus,” tandasnya. (SF/RS)