Kajian Hukum Tata Negara Perlu Bersifat Meluas
Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) FH UII menyelenggarakan kuliah umum konstitusi bertemakan “Daya Lenting Konstitusi Ekonomi dan Keadilan Sosial” dengan menghadirkan Prof. Dr. Jimmly Asshddiqie, S.H., M.H. (Ketua MK RI 2003-2008 dan Guru Besar Hukum Tata Negara FH UI) pada Sabtu (21/08).
Prof. Jimmly Asshddiqie menyampaikan disrupsi terjadi di dalam semua bidang dan menyebabkan pengaruh terhadap segala aspek kehidupan termasuk Hukum Tata Negara. Apabila tidak mengikuti perubahan maka akan ketinggalan sehingga harus menghadapi tantangan perubahan tersebut.
Menurutnya, studi Hukum Tata Negara saat ini cenderung domestik orientik yakni hanya membicarakan urusan dalam negeri. Padahal sesungguhnya, ketentuan dari konstitusi berasal dari luar karena berkaitan dengan ide-ide yang berkembang di luar negeri. Ia pun menyebutnya sebagai transplantasi konstitusional.
Hukum itu dipersempit sedemikian rupa sehingga tidak boleh dipengaruhi oleh pengaruh lain. Pada abad 21 ini, terdapat kebutuhan sistem etika berbangsa dan bernegara yang harus dikembalikan ke norma. UUD 1945 bukan hanya sumber hukum tertinggi tetapi sumber etika tertinggi. Cabang ilmu yang harus mengembangkan ide ini yakni Hukum Tata Negara. Adab maupun etika juga perlu dikembangkan di Indonesia melalui kajian Hukum Tata Negara.
Seiring berkembangkan Hukum Tata Negara di Indonesia dan negara-negara lain, maka para akademisi perlu mengembangkan kajian Hukum Tata Negara yang bersifat luas. Dalam tataran akademik perlu adanya pengembangan metodologi berdasarkan model perbandingan konstitusi dengan negara-negara lain di dunia. Ini penting untuk memahami konstitusi dengan merujuk pada pasal-pasal yang memiliki norma-norma konstitusi. (FHC/ESP)