Jangan Cemas Quarter Life Crisis, Kenali Cara Mengatasinya
Ketika berada di usia 20 hingga 30 tahun, sobat terkadang sering mengalami kekhawatiran, keraguan terhadap kemampuan diri, dan kebingungan menentukan arah hidup. Di usia ini seseorang rentan mengalami fenomena psikologis, quarter life crisis. Penyebabnya beragam mulai dari perencanaan karir masa depan hingga masalah percintaan.
Dr. Ida Rachmawati, M.Sc., Sp.KJ (K) dalam Webinar Bakti Sosial Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (Baksos Maba) pada Minggu (13/3) menjelaskan tahapan seseorang mengalami masa quarter life crisis. Pertama adalah locked in suatu keadaan dimana seseorang merasa perasaannya terjebak dalam berbagai pilihan dan kesulitan memutuskan mengenai apa yang harus dijalani dalam hidup.
Selanjutnya adalah separation atau saat seseorang memiliki dorongan untuk melarikan diri dan meluangkan waktu demi mengubah situasi hidupnya. Setelah itu dilanjutkan masa exploration yang cenderung merupakan suatu tindakan yang sifatnya krusial. “Contohnya memutuskan keluar dari pekerjaan ataupun memutuskan hubungan percintaan,” jelasnya.
Berikutnya adalah tahapan rebuilding suatu upaya yang dilakukan seseorang untuk memulai pondasi baru saat sudah menyadari arah dan tujuan hidupnya. Terakhir adalah developing new live saat seseorang tersebut mampu mengembangkan kehidupan baru yang lebih sesuai dengan minat dan nilai dalam hidupnya. “Untuk bisa mencapai tahapan terakhir, kita perlu kiat yang tepat,” tambahnya.
Menurut dr. Ida upaya yang harus dilakukan bisa dimulai dari mengenali potensi diri dan mengembangkan potensi tersebut. Jangan takut mencoba dan mengambil risiko. Selanjutnya adalah yang paling yaitu menyingkirkan gengsi. Jika sudah maka jangan lupa untuk mengapresiasi diri. “Pencarian jati diri bisa dilakukan dengan eksplorasi diri dan mau belajar hal-hal baru. Jadilah unik dan otentik,” pesannya.
Dalam proses melewati quarter life crisis tentu penuh dengan pengorbanan. Rasa lelah dan amarah terkadang seperti menumpuk di atas kepala kita. Satu pencetus saja bisa meledak tiba-tiba. Entah suatu ledakan yang positif ataupun negatif.
Karenanya, dr. Ida mengingatkan pentingnya “self-care” yang baik menurut psikolog. Bentuk tindakannya sangat beragam contohnya adalah olahraga, membaca, beribadah, dan bersosial. “Hanya ombak dan badai yang menjadikan pelaut itu tangguh,” pesannya lagi.
Ditambahkan Cania Mutia, M.Psi., Psikolog, tanda-tanda saat kita melewati masa sulit saat melewati quarter life crisis bisa berupa stres, depresi, hingga tindakan bunuh diri. Ia mengajak audiens untuk mengenali karakteristik mental yang sehat. Cirinya adalah merasa baik mengenai dirinya sendiri, memiliki hubungan personal yang bertahan lama, menerima kekecewaan dalam hidup, serta mampu membuat keputusan secara mandiri.
Sementara itu ciri-ciri kesehatan mental saat sedang terganggu, di antaranya mulai dari sering merasa sedih, sulit berkonsentrasi, serta ketakutan atau kekhawatiran yang berlebihan. Tanda yang paling parah adalah saat seseorang memutuskan untuk bunuh diri. “Self-harm adalah bentuk perilaku menyakiti diri sendiri yang dilakukan individu karena permasalahan yang rumit,” jelasnya.
Cara mengatasi keadaan tersebut bisa dilakukan secara mandiri (self-healing) dengan mengontrol pikiran, perasaan, dan perilaku. Namun, jika kondisinya sudah berat maka lebih baik untuk melakukan professional healing baik ke psikolog maupun psikiater. Tujuannya adalah agar mendapat konseling, psikoterapi, dan psikofarmakoterapi yang tepat. (UAH/ESP)