Insan Ulil Albab Belajar Dari Kesalahan di Masa Lalu
Menyambut tahun 2021, di malam tahun baru Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia bersama Yayasan Baitul Maal PLN Yogyakarta dan Baitul Maal wa Tamwil Beringharjo mengadakan semarak tabligh akbar dan kajian muhasabah pada Kamis (31/12). Agenda yang diadakan melalui Zoom Meeting dan YouTube Masjid Ulil Albab UII ini dihadiri oleh ratusan jamaah. Kajian muhasabah diisi oleh dua pemateri, yakni Associate for Psychologist dan Trainer Dian Ayu Amalia, S.Psi., M. Psi., Psikolog, serta Pembina Teman Hijrah Ustadz Hilman Fauzi.
Dalam sambutannya, Direktur Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam UII Dr. Aunur Rohim Faqih, M.Hum menuturkan bahwa muhasabah merupakan bahasa yang diletakkan oleh Allah untuk manusia agar ia menghitung, mengingat, merenung, dan mengevaluasi diri atas semua kesalahan di masa lalu sebagai langkah perbaikan di waktu yang akan datang. Dengan muhasabah, orang akan lebih tahu dan sadar akan kesalahannya. Lalu memperbaiki diri dan bertaubat agar tidak melakukan kesalahan yang sama dari sebelumnya.
Sementara itu, Ustadz Hilman Fauzi mengangkat tema kajian Tinggalkan yang Lalu Bangun Kebiasaan Baru. Menurutnya setiap orang memiliki masa lalu yang tidak harus disesali atau dibenci, sebab masa itu pernah membersamai dan mendukung langkahnya. Seperti kisah Umar Ibn Al-Khaththab yang dulu pernah hampir membunuh Rasulullah SAW, namun kini makamnya di samping beliau.
Lalu ada pula seseorang yang pernah berperang melawan agama Allah pun akhirnya menjadi pedangnya Allah, dia ialah Khalid bin Walid. Hal tersebut dapat terjadi sebab semasa hidupnya menerima nasihat dan pengetahuan dari orang lain. “Kita sama-sama punya waktu 24 jam. Jika ingin beruntung di waktu yang sama ya jadi orang sholeh yang mau mendengarkan dan gemar mencari nasihat. Salah satunya mengikuti kajian ini. Ketika yang lain keluar, kita mengikuti pengajian,” ujarnya.
Ustadz Hilman juga menyebut terdapat enam pesan dari Imam Al Ghazali tentang kehidupan. “Yang paling dekat dengan diri kita adalah kematian. Yang paling jauh dengan diri kita adalah masa lalu. Yang paling besar dalam diri kita adalah nafsu. Yang paling berat dalam diri kita adalah menjaga amanah. Yang paling ringan dalam diri kita adalah meninggalkan sholat. Yang paling tajam dalam diri kita adalah lidah atau lisan,” sebutnya.
Di akhir kajian, ia menuturkan agar tidak menjadi orang yang sibuk mencari dan menemukan kesalahan orang lain. “Dia dibuka aib nya atau anda dibuka aib nya sama Allah. Alasan orang sibuk mencari kesalahan orang lain karena dia tidak banyak waktu dan tidak sibuk mencari kesalahan diri sendiri. Sebaik-baik diri kita masih ada orang yang lebih baik dari dirinya. Seburuk-buruk kita, ada orang yang lebih buruk dari nya,” katanya. Dengan mengucapkan istighfar, maka kita tidak hanya meminta diampuni dosa namun juga ditutup aib serta dibimbing Allah tidak melakukan kesalahan itu lagi.
Sedangkan, Dian Ayu Amalia menjelaskan bahwa dalam mencapai mimpi diperlukan perencanaan yang baik. Menurutnya, orang yang memiliki perencanaan yang baik saja dapat mengalami kegagalan, apalagi tidak memiliki perencanaan. “Perencanaan sebagai kendali kita saat kita bertemu dengan ketidakpastian. Mimpi tanpa perencanaan hanya akan menjadi keinginan tanpa akhir yang jelas, sebab a goal without a plan is just a wish,” ujarnya. (SF/ESP)