,

Industri Halal Ditopang Sektor Makanan, Farmasi, dan Keuangan

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII mengadakan diskusi bertajuk “Peran UMKM dan Edukasi Mewujudkan Ekosistem Halal Lifestyle”. Kegiatan yang berlangsung pada pada Jum’at (26/11) ini merupakan kolaborasi P3EI bersama Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) cabang Yogyakarta dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Yogyakarta.

Dr. Hj. Marissa Grace Haque Fawzi S.H., M.Hum., M.B.A., M.H., M.Si. salah satu pembicara, mendefinisikan halal sebagai hal yang diperbolehkan dalam umat Islam. Konsep halal merupakan hal yang kompleks sehingga mengharuskan sinergi dan kerja kolektif bersama.

Di Indonesia dijabarkan ada tiga pihak yang memandang halal secara berbeda: some, a few, dan very few (punya latar belakang islami). Dalam risetnya, Marissa menjabarkan pihak some sebagai pihak yang memandang halal hanya sebatas tidak memakan babi dan meminum minuman beralkohol. A Few dijelaskan sebagai pihak yang memiliki spektrum pengetahuan lebih luas dan mencoba untuk mempelajari lebih dalam. Sementara orang yang secara komprehensif paham mengenai konsep halal dikategorikan sebagai a few .

Kini, halal dipandang bukan hanya untuk umat muslim. Ada celah yang dapat diambil untuk mengembangkan industri halal dalam skop nasional maupun internasional. Sebagai catatan, menurut Reuters ada 2,8 miliar populasi penduduk muslim. “Tiga hal yang perlu diperhatikan: Jumlah dan pertumbuhan umat muslim, pertumbuhan ekonomi di negara muslim, dan potensi pasar halal,” ketiganya dinilai menjadi pemantik untuk berkembangnya industri halal.

Menurutnya ada tiga sektor yang berpotensi untuk meningkatkan laju perkembangan industri halal. “Makanan dan minuman, sektor farmasi, dan keuangan,” jelasnya. Hal tersebut terbukti pada riset Sapta Nirwandar (2016) menyatakan bahwa sektor keuangan berhasil menyumbang kurang lebih $2,004 pada tahun 2015 pada perekonomian dunia.

Sementara itu industri makanan dan minuman sebesar $1.173. “Kita harus paham bahwa ada supply chain yang semuanya bisa kita masuki,” ungkap Marissa. Kendati demikian dirinya mengatakan untuk sistem dan ekosistem harus mengaca pada Malaysia. “Mereka sudah terintegrasi sangat rapi,” singkatnya.

Senada Prof. Dr. M. Suyanto, MM yang merupakan Rektor Universitas Amikom Yogyakarta menganggap bahwa islamic finance kini menjadi yang pertama dalam rantai industri halal. Dengan begitu ada peluang untuk masuk. “Bagaimana kita mendesain kerangka bisnis yang berdasar pada keimanan dengan mengharapkan keuntungan yang halal,” tutur Suyanto.

Suyanto berpendapat untuk membangun bisnis yang berkah harus berlandaskan pada: Iman kepada Allah, Rasul, dan jihad di jalan-Nya. Dengan begitu kita dapat meraup keuntungan yang besar (berkah). Diungkapkan, generasi sekarang harus menghidupkan kemampuan merasakan, empati, melayani, dan keikhlasan.

Ia menitikberatkan strategi percepatan UMKM ke dalam ekosistem halal. Para pelaku usaha dinilai harus memiliki mental state. Hati seorang pengusaha sebisa mungkin harus berlaku lemah lembut. Selain itu para pegiat usaha juga harus melihat sisi positif dari hal yang ada. “Kita harus cermat melihat, seperti pandemi sekarang. Jangan dianggap hanya mendatangkan musibah, tapi coba dilihat lebih.” jelasnya.

Yang kedua menurutnya adalah memiliki visi untuk menjadi rahmat seluruh alam. Ketiga menemukan peluang pasar dengan menciptakan keunggulan. Keempat yaitu menemukan inovasi dengan kecepatan dan menebarkan keunggulan. Salah satu inovasi menurut Suyanto membuat film dengan unsur keislaman.

Dengan institusi yang dimilikinya output yang telah dibuatnya salah satunya film Ajisaka yang menganut unsur keislaman. Dijelaskan ketika dirinya membuat karyanya, ia memasukkan unsur perjalanan jiwa ke dimensi rohani lebih jauh.

Terakhir Suyanto mengatakan kita harus menebarkan keunggulan yang kita miliki. “Cobalah kita menjadi pengusaha yang mencari untung yang berkah. Yang harus disadari adalah bisnis itu adalah bagian dari perjalanan ibadah kita. Dengan seperti itu tentu kita harapkan kita menjadi umat yang rahmatan lil alamin.” pungkas Suyanto. (KR/ESP)